Tulisan EP 46 sebagian... "Kontroversi Hukuman Mati"


Relevansi hukuman mati dan UUD 1945

Membicarakan hukuman mati, yang selalu dikaitkan dengan konsep keadilan dan HAM maka tidak akan terlepas dari pasal 28 UUD 1945. Dalam pasal 28 UUD 1945, khususnya pasal 28 I ayat dan pasal 28 J ayat 2 secara sekilas memberi penegasan bahwa Indonesia menolak diterapkannya hukuman mati yang pada dasarnya menyalahi konsep hak hidup setiap individu. Namun, ketika pasal itu ditelaah secara menyeluruh ternyata Indonesia memperbolehkan dan pada kenyataanya telah melaksanakan hukuman mati itu sendiri. Dengan demikian, tidak ada alibi lagi bahwa hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945.

Referensi lain mengenai penerapan hukuman mati yaitu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R.KUHP) Nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2004. Pasal 63 dalam R.KUHP ini menyatakan bahwa pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus. Hal ini ternyata sedikit berbeda dengan yang tercantum dalam KUHP Bab II pasal 10 yang menyatakan hukuman mati sebagai satu dari empat hukuman pokok di Indonesia. Meskipun demikian, secara garis besarnya dapat disimpulkan bahwa hukuman mati masih dibutuhkan di Indonesia bahkan hingga R.KUHP 2004 ini, dibuktikan dengan dicantumkannya hukuman mati tersebut sebagai salah satu pidana di Indonesia.

Tentunya tidak semua tindak kejahatan itu bisa dikkenakan hukuman mati. Secara hukum sendiri serta konstitusi, hukuman mati hanya dapat diputuskan bagi beberapa pelaku kejahatan yang antara lainnya: terorisme, pembantu terorisme, pelaku pembunuhan berencana, genosida, makar terhadap kepala negara sahabat, kejahatan perang dan konflik bersenjata, penyalahgunaan narkoba,dan kejahatan yang membahayakan penerbangan.

Hukuman Mati dan Dampaknya Dalam Masyarakat

Secara konseptual, penerapan hukuman mati merupakan wujud penegakan keadilan dalam masyarakat. Ganda Upaya, dosen Sosiologi FISIP UI menyatakan bahwa penerapan hukuman mati sebagai salah satu instrumen dalam hukum merupakan upaya untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Penerapan hukuman sejatinya jangan hanya dipandang dari sisi ahli hukum, tetapi juga dari sisi masyarakat sendiri yang cenderung menginginkan hukuman yang setimpal dari penyimpangan atau tindak kejahatan pelaku, begitu tuturnya. Walaupun pada kenyataanya keadilan itu sendiri merupakan konsep yang sulit untuk didefinisikan serta ditetapkan kriteria bahwa sesuatu dapat dikatakan adil.

Yang juga tidak kalah pentingnya yaitu peran hukum sebagai pembentuk perilaku dalam masyarakat. Dalam konsep modifikasi perilaku seperti yang diungkapkan Dicky Pelupessy, dosen Fakultas Psikologi, perilaku manusia pada dasarnya dapat dibentuk yaitu dengan adanya reward and punishment. Adanya hukuman mati bukan hanya ditujukan untuk memberi hukuman kepada pelaku kejahatan saja melainkan juga untuk mencegah orang-orang yang memiliki potensi melakukan kejahatan yang sama agar tidak melakukannya.

Hukuman mati sering kali juga dikaitkan dengan pemberian efek jera bagi pelaku kejahatan. Adanya efek jera yang ditimbulkan dimaksudkan pula untuk menurunkan tingkat kriminalitas khususnya untuk tindakan kriminal yang sejenis. Namun, pada kenyataanya penelitian yang dilakukan selama ini justru menunjukkan hal yang berlawanan. Penerapan hukuman mati tidak mengurangi tingkat krimnalitas yang terjadi, sebagai contoh konkretnya yaitu tingkat koruptor di Cina, negara yang notabene menerapkan eksekusi mati bagi para koruptornya. Penerapan hukuman mati ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan dalam mengurangi tingkat kejahatan jika penegakan hukumnya sendiri masih menganut paham “tebang pilih.”

Penerapan hukuman mati selanjutnya juga memberikan dampak psikologis tersendiri baik bagi penerima vonis hukuman mati maupun pihak keluarga korban. Diungkapkan oleh Dicky Pelupessy dalam wawancaranya, pemberian hukuman mati memberikan tekanan psikologis bagi pelakunya yaitu perasaan tersiksa dan takut dalam menanti dilaksanakannya eksekusi mati yang ternyata jauh lebih menyakitkan dari eksekusi mati itu sendiri. Pada mulanya hukuman mati ini mungkin akan memberikan kepuasan bagi keluarga korban. Namun, bukan tidak mungkin pada akhirnya rasa puas ini justru berubah menjadi rasa bersalah karena telah menghilangkan nyawa orang lain.

Pada intinya pemberian hukuman mati tidak mutlak memberikan dampak sesuai dengan yang diinginkan, efek jera pada masyarakat dan rasa puas bagi keluarga korban. Bahkan untuk memenuhi konsep keadilan, karena pada dasarnya keadilan itu sendiri sulit untuk didefinisikan dan ditetapkan kriterianya yang jelas.

Komentar

  1. Gw setuju, klo hukuman mati menjadi hukum pokok pidana di negara indonesia ini. Tp pada kenyataan nya, sebuah Undang-undang tetaplah hanya sebuah di dalam kitab hukum yang pelaksanaan nya belum bisa memberikan efek jera kepada pelakunya. Mksudnya, seorang terpidana hukuman mati bisa melakukan keringanan hukuman kepada pengadilan, sebagai contoh: mengajukan banding ke pengadilan tinggi atau reka/uji ulang kasusnya (meminta pertimbangan Mahkamah Agung, jd untuk eksekusinya sendiri bisa tertunda selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hehehe...sok tau dikit aj sih. Tp emg gw ska ama tulisannya (orang nya juga sih), soalnya sekarng yang lg dibhas kan kontroversi hukuman mati untuk para koruptor di Indonesia. Tetapi, pada kenyataanya hukuman mati gak bs diterapin di Indonesia (spt di China)tetapi pemerintah malah lebih memilih hukuman biasa dengan menempatkan para koruptor tersebut pd sel tahanan yang dibuat khusus. (yaa....sama ajam penjra yang biasanya, cuman "agak" mirip kyk di Alcatraz)

    BalasHapus
  2. Oiya, setahu ak juga (loh???!!!??? td pke kata "gw" sekarang "aku", hehehe..) klo di China kyak nya berhasil deh hukuman mati utk pra koruptornya. Buktinya pemerintahannya saat ini merupakan salah satu pemerintahan yang paling bersih di dunia. Klo menurut ku loh....hehehe. Tapi scara keseluruhan ak suka banget ama tulisan mu. Topik yang diangkat menarik, kata2 nya juga bagus koq, trus penyajiannya juga bagus (pke gambar2 gtu). Two tumbs up for u!!!

    BalasHapus
  3. thanks buat komentarnya..
    kalau menurutku,apapaun bentuk hukumnya yang harus dibenahi pertama kali di Indonesia adalah sistem hukumnya. Hukuman matu hanyalah subjek dan alat pelaksana. Yang menjadi kunci utamanya adalah subjeknya. Belum tentu hukuman mati juga bisa membuat korupsi di Indonesia yang udah terlanjur mendarah daging "kalau ga ada korupsi ga afdhol". kalau berbicara tentang hukum emang selalu harus terkait dengan berbagai aspek sebagai pertimabangan perspektifnya.

    BalasHapus

Posting Komentar