NEGERIKU YANG DILANDA KERIBUTAN



Di negeriku kembali terjadi keributan. Bukan bencana alam yang menghilangkan ribuan nyawa seperti tsunami mentawai, gempa wasior, atau kejamnya letusan merapi yang masih segar dalam ingatan. Bukan masalah kelaparan dan gizi buruk yang dirasakan ribuan generasi bangsa dari negeri bagian timur. Bukan masalah jutaan anak putus sekolah karena nasib orang tua mereka yang menjadi pemulung, kuli panggul, babu bahkan gelandangan. Bukan masalah krisis pangan yang semakin menghantui tanah kaya ini dan menurunkan daya beli masyarakat dengan berlakunya hukum permintaan. Bukan semua itu.

Semua itu seolah bukan menjadi masalah bergengsi yang patut diributkan bagi para pemimpin negeri yang kaya raya ini. Sebuah negeri yang diberikan kemurahan tangan Tuhan untuk memiliki kekayaan alam yang tak dimiliki oleh negeri manapun. Apapun yang rakyat butuhkan, sesungguhnya negeri ini akan mampu mencukupi. Kelaparan, kemiskinan, krisis pangan, bencana alam hingga rakyat yang penyakitan hanyalah sebuah masalah klasik bagi para tuan di pemerintahan dan mereka rasa tak penting lagi untuk diperdebatkan, jangankan dicarikan solusi yang memuaskan. Kurang bergengsi dan mungkin cenderung memalukan. Cukup nanti saat waktu pemilu semakin dekat, pencitraan bergengsi bisa di dapat dari penanganan masalah rakyat,begitu kata para pemimpin negeri yang kaya ini. Tinggal otak-atik data statistik lewat tangan-tangan panjang mereka di BPS, maka semua akan selesai.

Angka kemiskinan turun, perbaikan gizi balita meningkat, milyaran dana bantuan bencana baru saja dikucurkan, dan impor bahan pangan segera dilakukan untuk pemenuhan stock nasional. Masalah yang tak perlu dipanjang lebarkan, hanya dengan permainan statistik maka banyak mulut akan kembali diam. Persetan kepada mereka yang pada akhirnya meneriakkan tuntutan atas kebohongan. “ Nanti dulu, ada yang lebih penting dari itu.” Bukan pula masalah si Nurdin yang semakin lengket dengan kursi yang didudukinya atau pertengkaran antar saudara karena masalah agama. Masih ada pula yang lebih penting dari itu kata mereka.

“Menyangkut hidup dan mati kekuasaan, jabatan, dan kursi kepemimpinan.” Siapa yang rela kehilangan kehormatan dan jaminan kehidupan atas jabatan tinggi di negeri kaya raya ini? Adalah dua masalah yang selalu menjadi primadona bagi para tuan di istana negara yang terhormat dan tuan wakil rakyat yang akan membangun istananya yang super mewah sebentar lagi, masalah korupsi dan koalisi. Pikiran mereka tak akan tenang, tidur mereka tak akan nyenyak ketika dua hal itu terusik dan terbongkar ke publik. Koalisi yang sekarang menjadi permasalahan kelas atas.

Oposisi pun sah-sah saja untuk didekati dengan berbagai jenis transaksi asalkan itu mampu mengamankan kursi agar tidak roboh akibat pecahnya koalisi. “Partai anu” harus dipecat dari koalisi, wakilnya dalam kabinet harus segera di reshuffle. Tak peduli dengan kinerjanya selama ini, syukur-syukur kalau memang sudah buruk dan tak patut dipertahankan lagi. “Partai itu” harus bisa dijadikan koalisi yang selama ini bersikukuh menjadi oposisi, asalkan mampu mempertahankan kestabilan kursi pemerintahan agar tak panas saat diduduki akibat ratusan mulut yang tak berhenti berteriak, “ Tuanku presiden tak mampu menjalankan amanat rakyat.”

Partai anu berusaha berkompromi agar tak dikeluarkan dari koalisi, siapa yang rela untuk turun dan meninggalkan kedudukan yang terhormat di negeri yang kaya ini. “Partai itu” masih bertahan sebagai oposisi sementara, sembari menunggu tawaran yang lebih menggiurkan dalam kursi pemerintahan. Siapa pula yang tahan ketika di iming-iming jabatan dan kehormatan? Masalah oposisi yang berubah menjadi koalisi bukan lagi jadi soal bukan pula sebuah penghianatan, begitu kata salah satu petinggi “partai itu”.

Bukan cuma masalah kestabilan kursi yang mesti dipertahankan dengan pembaharuan mitra koalisi. Perkara korupsi yang mungkin terbongkar dan menyangkut tuan-tuan di kursi depan pemerintahan sesegera mungkin harus dibungkam, mungkin juga dengan pembaharuan koalisi yang akan dilakukan. Syukur-syukur oposisi bisa jadi koalisi sehingga akan makin kecil kemungkinan korupsi yang terungkap dari mulut para lawan main dalam kancah perebutan kekuasaan. Tuan pemerintahan yang selama ini terkesan lamban ternyata mampu menjadi decision maker yang sigap jika sudah menyangkut masalah perpecahan koalisi dan pembungkaman kasus korupsi.

Pengesampingan masalah yang seharusnya menjadi prioritas pun tak masalah untuk dilakukan jangankan hanya pembatalan janji ketemuan dengan partner sesama para tuan pemerintahan, asalkan perkara ini cepat terselesaikan.

Gejolak politik koalisi ternyata lebih ampuh untuk mengganggu tidur nyenyak para tuan pemerintahan dibandingkan masalah kelaparan atau kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan. Tetap menjadi harta warisan dari jaman ke jaman dan dalam pergantian setiap pemegang jabatan.

Di negeriku kembali terjadi keributan. Para tuan yang sedang kalang kabut dengan pecahnya mitra koalisi. Mereka yang takut menunggu detik demi detik penurunan dirinya dari tahta jabatan yang sudah terlanjur nyaman. Serta mereka yang siap berbahagia menyambut kemenangan menjadi mitra koalisi anyar.
Sekali lagi di negeriku terjadi keributan. Bukan persoalan rakyat, melainkan mereka di garda depan pemerintahan yang saling berusaha mempertahankan kekuasaan atau menunjukkan eksistensi. Sedang seluruh rakyat di penjuru negeri yang kaya raya ini sebatas menjadi penonton untuk mereka yang sedang bermain peran.

Dan dinegeriku selalu terjadi keributan. Para tuan garda depan pemerintahan yang ribut soal kekuasaan...

Komentar