Belajar Dari Anak - Anak

Hari kemarin aku belajar tentang ilmu hidup. Bukan dari buku apalagi jurnal ilmiah, bukan pula dari sesepuh yang sudah kenyang pengalaman atau sang pemberi petuah. Aku justru belajar dari anak-anak. Ya, anak-anak yang usia rata-ratanya tiga sampai lima tahun. Lewat tutur cerita seorang wanita yang sungguh kurasakan sangat mulia, aku merasa anak-anak yang kutemui hari itu sangat luar biasa. Dan mereka juga memiliki kesempatan yang juga sangat luar biasa.

Pertama kali aku menginjakkan kaki ke taman Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) belum kurasakan ada sesuatu yang spesial. Hanya, pagar kayu yang sungguh aku sangat menyukainya. Terlihat klasik. Namun, ketika masuk lebih ke dalam pagar kayu itu ada perbedaan yang bisa mulai kurasakan. Secara fisik dulu. Tak seperti sekolah pada umumnya, anak-anak yang duduk berkelompok dengan seorang pengajar, mereka tidak berada di dalam sebuah ruangan. Hanya beberapa kelompok, tak semuanya. Pada intinya tidak ada bentuk ruangan balok yang mengurung para murid yang duduk diam mendengarkan sang guru menjelaskan. Mereka lebih terlihat sedang bermain dan berdiskusi. Oke, belum terlalu spesial. Pendidikan untuk anak usia dini memang seperti itu, masih dengan pendekatan bermain.

Seharusnya kami mengamati bagaimana anak-anak ini bermain dan belajar di taman pendidikan ini, hanya saja kami harus sejenak mengunjungi tempat lain. Posyandu. Kesampingkan saja apa tujuan perjalanan kami yang tiba-tiba menuju posyandu. Yang lebih kulihat disini, posyandu dilakukan di dalam sebuah Rumah Baca. Sontak, hatiku berteriak saat itu juga. Tuhan, mungkin sekarang aku hanya berkunjung. Bolehkah suatu saat nanti Engkau mewujudkan mimpiku memiliki juga yang seperti ini? Disana untuk saudara-saudaraku di pelosok negeri, di kaki-kaki gunung, di pinggiran pantai. Mereka juga ingin membaca buku-buku yang seperti ini. Aku juga ikut girang membayangkan itu akan terjadi di suatu hari nanti.

Kembali memasuki pagar kayu, ini saatnya kami mengamati anak-anak murid sekolah ini beraktivitas. Aku masuk dalam sebuah kelompok yang keliatannya rata-rata usianya masih dibawah lima tahun. Puput, Aura, Amel, dan beberapa anak lagi yang kulupa namanya, duduk melingkar diatas karpet bergambar dengan Bu Niken sebagai porosnya. Memegang sebuah buku dengan tulisan berbahasa inggris dan bergambar, Bu Niken mulai menjelaskan. Bermain ke pantai saat musim panas. Di buku itu tergambar ember, sekop, hingga kacamata dan topi, semua peralatan untuk berlibur ke pantai. Mungkin terdengar biasa. Hanya saja, disini Bu Niken bukan hanya bertanya alat apa itu, untuk apa alat itu, tetapi juga mengapa. Seolah anak-anak itu dibawa untuk berpikir lebih kritis, memberikan alasan. Hal yang baru untukku pada pertanyaan yang diajukan pada murid-murid PAUD. Dulu, sewaktu taman kanak-kanak aku hanya sebatas menggambar, bernyayi, menempel, menggunting, dan menari. Bukan menjawab pertanyaan, memberikan alasan, kembali menanyakan pada guruku jika aku tidak mengerti, dan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan. Jika A maka B. Anak-anak disini melakukannya.

Ini bukan sekolah tempat menuntut ilmu anak-anak orang kaya. Dengan teknologi yang serba mutakhir yang mendukung sistem belajar mengajar. Ini sebuah sekolah di tengah kampung, tapi justru ini membuatku sangat kagum. Sistem pengajaran yang sangat luar biasa dan aku yakin jika aku mendapatkan yang seperti ini di masa kecilku dulu. Aku bisa melakukan banyak hal lebih baik dari aku yang sekarang. Di sekolah ini ada tiga aturan baku yang tidak bisa dilarang. Jangan berisiki? bukan. Tidak menyuruh, tidak memarahi, dan tidak berbicara yang tidak baik. Disini sangat ditekankan sikap menghormati. Sudah pasti menghormati kepada guru, menghargai teman. Namun, disini guru juga harus menghormati murid. Menghormati murid sebagaimana usianya saat ini. Intinya, disini guru memposisikan diri mereka pada komunitas anak-anak ini, masuk dalam dunia mereka, dan melakukan pendekatan sesuai dengan pemikiran juga tingkat emosi yang mereka miliki. Begitu yang diceritakan oleh wanita mulia pemilik taman pendidikan ini.

Lain kali aku akan menuliskan metode ajar yang digunakan untuk mendidik anak-anak disini. Oh ya, pada initinya sistem pendidikan disini menjelaskan suatu ilmu pengetahuan yang jikalau dipikir masa iya anak sekecil itu sudah dijelaskan yang seperti ini, hanya saja pendekatan riil dengan "memerankan", visualisasi oleh pengajar dan gambar, serta penjelasan yang sederhana menggunakan pendekatan kondisi pada kehidupan di sekitar anak-anak membuktikan bahwa itu bukan ilmu yang rumit untuk diisikan pada memori anak-anak usia dini. Bukan hanya itu, anak-anak ini sudah didekatkan dengan sistem pembelajaran ala-ala pendidikan tinggi. Memahami teori, terjun ke lapangan, dan menyusun hasil laporan. Sebelum bermain dengan tema tertentu, anak-anak dibekali dengan penjelasan mengenai apa yang akan mereka lakukan dengan berdiskusi. Guru dengan murid-murid. Setelah itu mereka bermain langsung seperti yang telah divisualisasikan sebelumnya, atau membuat sebuah karya dan pada akhir sesi mereka menceritakan kembali mengenai apa yang mereka lakukan. Satu per satu. Jelas, ini bukan bentuk pembelajaran yang diterapkan pada anak-anak. Bermain sambil belajar iya, semuanya seperti itu. Namun, belajar dengan metode yang komprehensif seperti ini tidak.

Lebih dari ini, setiap tema dan rangkaian belajar sambil bermain yang dilakukan anak-anak ini memiliki tujuan strategis yang sudah tetapkan sebelumnya. Dan ketika kami melihat goals dari apa yang ingin dicapai dari masing-masing anak disini, sungguh menakjubkan. Heran, benarkah ini bisa dicapai oleh anak-anak dibawah usia lima tahun? Critical thinking, communication, perspective, self esteem, dan masih banyak lagi. Bukankah hal-hal rumit semacam ini baru bisa dilakukan oleh minimal anak remaja? Ternyata jawabannya tidak. Anak-anak disini sudah memilikinya melalui proses pembelajaran yang mereka jalani setiap hari. Mereka benar-benar diajarkan tentang pengetahuan yang sangat luas dan keterampilan-keterampilan penting dalam ilmu hidup. Dalam usia yang masih sangat kecil dan ternyata mereka semua bisa melakukannya. Bukan terlihat seperti ilmu yang dijejalkan dengan paksa, mengemas menjadi cerita yang lebih sederhana, sesuai dengan batas berpikir anak-anak, memerankannya, membuat anak-anak ini benar-benar paham. Intinya, memahami dunia berpikir anak-anak, emosi anak-anak, dan membawa berbagai ilmu yang luas dan indah untuk dimasukkan ke dalam memori anak-anak ini serta membuatnya membekas. Satu hal yang aku pelajari, memahami, memposisikan diri seperti mereka.

Penjelasan yang cukup panjang tentang anak-anak dan bagaimana mereka belajar disini. Aku tak berhenti berdecak kagum. Menghormati, toleransi, membangun hubungan, dilakukan pada anak-anak sekecil ini dengan tindakan nyata. Jikalau boleh kubilang, mungkin anak-anak disini memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik dari yang aku miliki. Bagaimana anak-anak sekecil ini memahami arti kata meminta maaf. Bukan hanya mengucapkan kata maaf dan membuatnya menjadi penyelesai suatu masalah saja. Lebih dari itu, bagaimana pentingnya merasakan apa yang dirasakan orang lain dari kesalahan yang kita lakukan serta bagaimana kita bertanggung jawab. Menyelesaikan masalah dengan duduk berdua, menemukan akar permasalahan. Anak-anak disini di didik seperti itu. Dan aku belajar hari ini dari apa yang dilakukan oleh anak-anak disini.

Banyak hal yang bisa aku pelajari dari penjelasan beberapa jam dari Bunda pemilik sekolah. Jikalau boleh, aku benar-benar merasa iri dengan anak-anak ini. Mereka mendapatkan semuanya. Ilmu pengetahuan yang luas yang aku sangat ingin memilikinya, kecerdasan emosi, dan keterampilan-keterampilan hidup yang bisa kubawa dan menjadikan aku istimewa di saat aku dewasa. Mereka sudah belajar tentang semua hal ini dari anak-anak. Bukan berarti keterbatasan kemampuan berpikir membuat anak-anak ini tak boleh diajarkan sesuatu yang dipandang sangat sulit. Justru sebaliknya, menanamkannya sebagai fondasi awal itulah yang paling penting dan usia anak-anak inilah dimana fondasi itu harus dibangun. Bukan menunggu saat kemampuan berpikir manusia sudah dianggap lebih mampu berpikir jauh dan semua tentang hal ini baru diajarkan. Terlambat, tak akan membekas terlalu dalam. Usia anak-anak seperti inilah masa emas mereka, ibarat mengukir disebuah batu. Tidak mudah, membutuhkan alat yang memang bisa untuk mengukirnya, dan jikalau sudah terukir akan tetap membekas sampai kapanpun.

Anak adalah sebuah anugerah, menanamkan fondasi hidup yang kuat untuk anak-anak adalah bentuk tanggung jawab akan anugerah tersebut. Itulah inti yang kudengar kenapa taman pendidikan ini di bentuk. Belajar tentang semua ilmu hidup yang akan berguna saat dewasa seharusnya dilakukan dari anak-anak. Dan hari ini, justru aku belajar dari anak-anak.



----------Jikalau aku boleh meminta satu lagi Tuhan, ijinkan sepuluh tahun dari sekarang aku bisa belajar dari anak-anak seperti ini setiap hari. Aku yang akan menjadi seperti wanita yang duduk dihadapanku pagi ini....


Komentar