“Biar kuinjak saja sebelum bersemi!”
“Menyingkir!”
Lebih dari satu tahun yang lalu kalimat itu memenuhi kepalaku dan
aku menurutkannya untuk hatiku. Satu tahun berlalu, justru sebaliknya. Kuntum
yang sudah kuinjak bukan mati, melainkan mekar dengan sempurna dan bukan hanya
bersemi. Tunggu, tapi cerita ini tidak semudah itu. Bukan dia tidak mati dan
memutuskan bertahan hidup setelah aku menginjaknya. Memang benar aku
membuangnya, meninggalkannya sejenak. Namun, kemudian aku mengambilnya kembali
dan menanamnya dengan lebih baik. Meski batangnya sudah sangat layu seperti ia
tak mungkin hidup kembali. Aku hanya ingin menanamnya kembali meski tidak untuk
mekar, setidaknya masih bisa hidup. Aku hanya butuh kesabaran. Bukan hanya itu,
tapi sebuah ketulusan untuk menyiramnya dengan air setiap hari dan memberikan sinar
yang cukup. Aku mulai memperhatikannya sebaik mungkin. Untuk apa yang
seharusnya sudah bisa mekar dan justru aku membuangnya.
14 Juni 2013, itu adalah hari kelulusanku. Perjuangan 1,5 bulan
mengejar deadline pengumpulan karya
akhir berujung di hari itu. Mungkin aku tidak normal, tapi justru aku merasa
sangat tertantang ketika harus berganti tema 2 bulan sebelum deadline dan mengulang pengerjaan karya
akhir dari awal. Membuang semua yang sudah hampir selesai kukerjakan.
“Benar saja, dia datang ke sidang
karya akhirku. Apa? Foto berdua? Tidak akan.”
Aku mendapatkan bucket bunga
pertamaku dari seorang sahabat, bukan, ternyata dia yang membawakannya. Juga dia
yang menyalakan kolam makara dengan air yang menari sempurna. Namun, aku masih
tidak peduli, hanya menikmati hari kelulusanku. Semua beban rasanya terlepas
dan terbayar dengan sangat memuaskan. Tidak ada potret memori berdua hari itu
diantara kami.
13 bulan yang lalu, entah berapa hari sudah aku tidak berkomunikasi
dengan si pria aneh. Rasanya ini waktu terlama semenjak aku dan dia memutuskan
berteman meskipun tidak ada deklarasi yang pernah kami ucapkan. “Kenapa aku
deg-degan semacam ini? Apa kata pertama yang harus aku ucapkan?”
Aku dan teman yang lainnya akan berkumpul di kamar si pria aneh
sebelum kami semua sama-sama akan menuju rumah seorang teman untuk berbuka
bersama di Ramadhan tahun lalu. “Aku makan ini ya!” Kata pertama yang keluar
dari mulutku setelah sekian lama. Dan sepanjang acara aku hanya berusaha
mencuri pandang apa yang dia lakukan, apakah dia melihatku? Tidak. Sedih, entah
ini perasaaan semacam apa. Aku tak mengerti, hanya melihatnya tidak lagi
melihatku seperti sebelumnya rasanya menyedihkan.
12 bulan yang lalu, benar saja lebaran adalah saatnya untuk saling
memaafkan. Aku meminta maaf pada si pria aneh untuk semua sakit hati yang
kutorehkan dan itulah hari dimana kami kembali berbicara panjang. “Ada yang
ingin kuceritakan padamu, tapi aku khawatir kamu akan bersedih.” Ucapan si pria
aneh membuaku berspekulasi. Hingga akhirnya pesta kelulusan diselenggarakan dan
aku menunggu dia datang. Menunggu dia membawakan setidaknya sekuntum mawar,
ternyata tidak ada. Hanya saja kekakuan diantara kami benar sepenuhnya telah
hilang dan cerita persahabatan kembali bertutur seperti sebelumnya.
11 bulan yang lalu, hari ulang tahun rumah kecil yang mendekatkan
kami. Juga hari besar untuk si pria aneh, tertanggal dimana dia memulai
kehidupan barunya yang menjadi pusat perhatian lebih banyak orang lagi.
Bukankah dimanapun dia selalu menjadi pusat perhatian? Hahaha. “Jadi guys, aku
mau mengakui ke kalian.” Aku dan seorang dari penertiban jomblo grup mendengarkan
dia bercerita panjang. “Apa? Seorang wanita yang dia perjuangkan dengan begitu
kerasnya?” Entah, seperti badai besar yang menghempas, aku seakan terhuyung
tanpa arah. Seorang temanku tadi menendang kakiku dan berbisik jikalau raut mukaku
berubah dan sebaiknya aku menyingkir. Aku bersembunyi, dan semuanya semakin
jelas. Beban dikepalaku sudah terlepas lama, dan sekarang aku bisa
memperhatikan hatiku dengan lebih baik. Dia semakin berbisik dengan jelas apa
yang ia rasakan sesungguhnya pada si pria aneh. Bukan seperti spekulasi otakku,
bukan. “Ada uluran tangan yang lain, haruskah aku menyambutnya?” Aku berusaha
membuang si pria aneh dan menyambut uluran tangan yang lain, arah hati kami
sudah tidak sama.
10 bulan yang lalu, cerita si pria aneh dengan si gadis kecil ternyata
berakhir. Rasanya senang. Aku mulai menari riang. Menyapa sesering mungkin dan
bermain selama mungkin dengan si pria aneh. Bukan kami berdua saja, tapi kami
berempat. Aku ingat hari dimana aku menunjukkan kerapuhanku pertama kali di
depan si pria aneh, aku merasa nyaman. Cerita menari di tengah hujan, menyusuri
kota tua, dan banyak cerita tawa kami setelah perang dingin itu usai. Aku
mengikuti kemana dia berayun seperti angin. “Apa? Lagi?” Malam itu si pria aneh
bercerita tentang si gadis cantik, dia mengaguminya. Hingga pagi itu aku
menemuinya saat mentari baru saja terbangun. Aku menyungging senyum kecil saat
mendengar si pria aneh dengan tawa riangnya bertutur tentang cinta pada si gadis
cantik. “Oke, semua sudah selesai dan aku harus mengaku.” Penyamaran hari itu
untuk merangkai kisah inspiratif seorang wanita usai, dan waktu singkat
perjalanan kaki menyusuri jalanan berdebu kumanfaatkan untuk membuat pengakuan.
“Maaf, tapi aku nyaman dengan kamu.” Seolah gunung es yang selalu kujaga
bersemayam dalam diriku runtuh saat itu juga. Egoku sangat tinggi, dan hari itu
semua kuruntuhkan sudah.
8 bulan yang lalu, aku masih mengikuti cerita tentang dia dan si gadis
cantik. Puisi yang tersematkan dalam sebuah karya sastra untuk khalayak umum.
Sebuah kesungguhan yang nyata kupikir.
Cerita persahabatan diantara kami masih bertutur panjang, hingga hari dimana
aku mengecewakan si pria aneh dengan tidak datang pada sidang kelulusannya.
Bagaimanapun aku meminta maaf, tak akan menghapus. “Ada hubungan apa dia dengan
si gadis lembut?” bisikan itu sampai ke telingaku hingga hari dimana aku harus
mengaku kalah pada tubuhku. “Terima kasih sudah menjagaku, jikalau masih ada rasa
yang sama untukku aku tak akan menghindar lagi.” Itu sumpahku untuk si pria
aneh yang menjaga saat tubuhku terkulai lemah di ranjang hijau menyebalkan itu.
Hanya saja pemandangan dan cerita cinta si pria aneh dengan si gadis lembut
semakin terlihat jelas. Kami wanita punya lingkaran pertemanan yang
membahayakan, aku tau dia sedang bermain denganku sekarang. Cinta untuk si
gadis lemah lembut.
7 bulan yang lalu, aku tau hari itu adalah hari penentuan. Seorang
sahabat membocorkan rahasia itu padaku. Aku mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Aku, si pria aneh, dan si gadis lembut. Tatapan matanya mulai kabur, bukan
padaku dan aku juga tidak berani berkesimpulan tatapan mata itu pada si gadis
lembut. Hanya saja, cerita perjalanan waktu antara si pria aneh dan si gadis
lembut terlalu menyakitkan untuk kuingat. “Kenapa disaat aku ingin berkata,
iya!” Aku sudah memukul mundur diriku sendiri. “Apa? Dia membaca pengakuan yang
sudah kusimpan rapi?” Tidak ada yang jelas diantara kami hingga si gadis lembut
memulai cerita cintanya sendiri, dengan pria lain. Si pria aneh kembali. Dan
aku masih tak bisa percaya benarkah hanya ada aku? Ataukah si gadis lembut dan
si gadis cantik masih bersemayam kokoh di hatinya. Aku mencoba tidak peduli.
Kisah sebelum 2 bulan 5 hari, cerita bahagia kami mulai bertutur dalam
ketidakpastian. Aku seperti layaknya aku, selalu berpikir dengan serius,
bertindak dengan penuh kewaspadaan pun kecemasan yang aku menciptakannya
sendiri. Hanya saja cerita diantara aku dan si pria aneh bertutur terlalu
indah. Menyusuri malam tanpa arah dan lebih banyak dari itu. Pun, aku menjelma
menjadi si wanita aneh. Dan itulah sisi dalam diriku selanjutnya yang muncul
dalam cerita ini. Hingga aku khawatir dengan banyak ketidakpastian, cemas
terlalu berlebihan, pun sosok gadis pencemburu mulai dominan. Semuanya kacau,
aku hanya berusaha untuk tidak kehilangan bukan mendapatkan sepenuhnya hati si
pria aneh. Dan aku gagal.
Kisah 2 bulan 5 hari, perang dingin yang lebih lama lagi. Aku berusaha
sedemikian rupa hanya saja si pria aneh tidak menginginkan itu. Jika kulihat
kita berdua sama, dan saat itu tak ada yang berkenan sedikit melunak diantara
kami. Bisikan dia dengan kisah masa lalunya, kisah dia kembali dengan si gadis
cantik juga mungkin ada kisah lain yang tak lagi kuketahui dalam kurun waktu
yang kurasakan sangat panjang itu. 2 bulan 5 hari, aku hanya berusaha melangkah
dan si pria aneh justru mundur semakin jauh. Mungkin dia menemukan tempatnya
yang baru, dan itu yang pernah dia katakan padaku. “Aku membencimu, dan masih
banyak tempat lain yang akan menerimaku.” Mungkin ada seorang gadis yang
terluka dalam perjalanan 2 bulan 5 hari, gambaran gadis lembut yang lain. Kupikir
2 bulan 5 hari itu akan menjadi selamanya. Hingga hari itu, aku menatap matanya
langsung dan mendengar dia bertutur dengan lebih diam. Sesuatu yang tidak
pernah kulakukan sebelumnya.
Kisah setelah 2 bulan 5 hari, aku harus belajar lebih baik. Kupikir
aku sudah mengenal si pria aneh dengan labih baik. Nyatanya aku adalah si
wanita aneh yang masih harus banyak belajar. Hari demi hari yang berlalu
terlalu indah diantara kami. Hanya saja semuanya tidak semudah itu, kami masih
harus belajar banyak setelah ini. Ini cerita cinta yang bertutur, bukan lagi
cerita tentang persahabatan. Seharusnya tidak ada yang akan banyak berubah,
tapi ending yang kami inginkan dari
cerita cinta ini tentu berbeda dengan kalau sekadar cerita persahabatan yang
bertutur. Si pria aneh, juga aku, semoga Tuhan mengijinkan kami berujung pada
kepingan-kepingan cerita yang kami harapkan. Sesulit apapun itu, selama apapun
itu, jangan pikir aku akan menyerah. Sedikitpun tak akan pernah aku ingin
menyerah. Itu bukan aku.
Bunga itu sudah mekar, tapi
tidak untuk menunggu layu. Jika ini soal
cinta yang menjadi pilihan-Nya mekar ini tak akan pernah berujung. Pun aku juga
tidak akan membiarkannya layu. Aku tetaplah aku, tidak akan menyerah untuk
apapun. Cerita ini masih belum berakhir, aku percaya episode setelah ini akan
lebih indah.
Komentar
Posting Komentar