..... adalah sebuah pilihan, bukan takdir


















“Seandainya” adalah sebuah kata yang sering kali di ucapkan oleh seseorang.
“Seandainya aku tak pulang terlalu malam, ayah tak akan memarahiku hingga aku menangis.”
“Seandainya aku memperhatikan langkah kakiku, aku tak akan terjatuh hanya karena kerikil kecil yang membuatku terpeleset.”
“Seandainya aku tak keras kepala untuk tetap berjalan di tengah hujan, aku tak harus demam dan membuat ibu menjagaku semalaman.”
“Seandainya aku selalu makan tepat waktu, aku tak perlu pergi ke dokter karena lambungku bermasalah.”
“Seandainya aku mendengarkan kata ibu untuk selalu membawa payung, aku tak akan tersengat terik matahari di tengah hari yang begitu panas dan tak akn basah kuyup saat hujan turun.”
“Seandainya aku lebih waspada, dompetku tak kan hilang ketika aku berjalan di tengah keramaian.”
“Dan seandainya aku belajar lebih keras, aku tak perlu mengulang mata kuliah yang sama untuk tahun berikutnya.”

Itu hanya sebagian dari kata “seandainya” yang kerap kali menjadi awalan dalam kalimat yang pernah atau bahkan sering kita ucapkan. “Seandainya” adalah kata yang terindah dan seakan paling pantas untuk kita rangkaikan dalam sebuah kalimat penyesalan. Dan “seandainya” bagaikan sebuah kata-kata gaib dimana kalimat yang berda di belakang kata itu adalah sesuatu yang hanya terbesit dalam angan, tidak benar-benar ada dan terjadi. Ketika kita mengucapkan kata “seandainya” sebenarnya ia akan mampu membentuk rangkaian gerbong yang saling terkait, tentunya rangkaian gerbong dengan kata “seandainya.”

“Seandainya aku tak pernah menyukaimu, maka aku tak akan merasa sakit hati oleh perbuatan yang menyakitkan.”
“Seandainya aku tak pernah mengenalmu, maka aku tak akan pernah menyukaimu.”
“Seandainya kau tak mengajakku berkenalan waktu itu, maka aku tak akan pernah mengenalmu.”
“Dan seandainya aku tak pergi ketempat itu, maka aku tak akan bertemu denganmu dan kau tak akan mengajakku berkenalan. “

Dan, dalam penyesalan itu, seorang pengecut yang mungkin merasa menyesal atau tidak sama sekali, tetapi merasa berkewajiban untuk mengatakannya akan menggunakan kata “seandainya”. Agar seolah ia terlihat menyesal dan perbedaannya sangat tipis dengan ia benar-benar menyesal.
“Seandainya aku tak menyakitimu waktu itu, aku tak harus melihatmu menangis dan melupakanku.”
“Dan seandainya kau mau memaafkanku, aku tak akan mengulangi perbuatan yang sama dan tak kan lagi membuatmu mengangis.”

Dan, semua orang tahu, “seandainya” hanya berarti seandainya, semuanya telah berlalu dan telah terjadi. Tentunya, dengan kenyataan yang berbeda dari kalimat di belakang kata “seandainya” itu sendiri. Dan “seandainya”, juga tak mampu mengubah kalimat yang mengikutinya untuk menjadi sebuah kenyataan. “Seandainya” mungkin terlihat begitu sederhana dan ringan untuk di ucapkan, tapi tahukah kalian itu terlihat sangat memilukan. Memilukan ketika kita hanya mampu berkubang dalam kolam penyesalan. Ingatkah kita? Bahwa “penyesalan” adalah hal yang paling menyakitkan, dan itu selalu terjadi dalam episode-episode kehidupan. Menginginkan sesuatu terjadi, tetapi setelah kita melakukan kekeliruan, membuatnya tidak terjadi, benar-benar tidak terjadi di saat yang kita inginkan.

Itulah manusia, dan selalu terjadi dalam episode kehidupan setiap insan. Terkadang kita tahu akan konsekuensi yang akan terjadi. Namun, kita seolah tak mempedulikannya, kita hanya memikirkan hari ini seolah hari esok tak akan datang. Dan ketika hari esok itu benar-benar datang membawa segala konsekuensi akan hari kemarin kita hanya mampu berucap “seandainya”......

Meski aku tahu siang kan berganti malam,
Meski aku tahu mentari esok kan tetap bersinar
Hari akan terus berjalan
Hari ini kan berganti dengan hari esok
Dan hari esok akan berganti hari berikutnya
Namun, aku tetap dengan keterlenaanku
Tanpa sesuatu yang berarti,
Yang mampu aku lakukan
Dan esok hari....
Aku hanya mampu menyesal
“Seandainya aku tidak terlena di hari kemarin....”
“Dan seandainya aku tak melakukan kesalahan itu”

Dan ingatlah, “seandainya” adalah sebuah pilihan bukan sebuah takdir.

Komentar

  1. Smakin ak membaca, smakin ak sadar, smua itu hny ttg aku ya?? Ttg ak yg pngecut, pernah melukaimu dll..
    Tp tak apa, seandainya ttp takdir dan bukan pilihan..
    Km benar..
    Aku salut..

    BalasHapus
  2. itu pilihan bukan tekdir, aku yakin akan tetap seperti itu.

    BalasHapus
  3. Bener banget tuh.... Ak setuju ama mu gondes. Tuh orang di atas mu GR banget. Sok NGERASA yaa MAS???!!??? Huahahahaha...

    BalasHapus
  4. Plisss.... don't called me "gondes".
    I don't like it...
    I had been said to you before...

    BalasHapus
  5. Okay....I'm sorry. I'm forget... My bad, fool me. Keep your lights on, coz it will guide you to your dreams.

    BalasHapus

Posting Komentar