.....Untitled....


Peperangan tersulit dan paling melelahkan adalah ketika melawan diri sendiri. . .
Ada suatu waktu dimana kita terkadang atau seringkali merasa bergejolak, letih, marah, atau apapun yang membuat kita tak nyaman. Angan seakan membujuk kita untuk meninggalkan kebisingan, hiruk pikuk bahkan suara sekecil apapun. Lalu, duduk di suatu tempat dimana tak akan lagi terdengar suara serta terlihat bayangan manusia.

Duduk menyendiri, memandang jauh ke sebuah titik yang kita sendiri pun tak benar-benar memahami apa yang sedang kita lihat. Tubuh itu kaku, tak bergerak, tetapi terasa begitu letih. Tak ada siapapun disana, tetapi suara-suara itu terdengar begitu memekikan telinga. Makian, ejekan, tangisan, tawa, jeritan, seakan tak sedetikpun mau mengalah untuk membiarkan kesunyian itu tak beranjak dari tempatnya. Suara-suara itu, bisikan-bisikan membenamkan pikiran, hati, kedalam sebuah kubangan lumpur emosi yang menjerat.

Hingga peperangan akhirnya terjadi. Dalam kubangan pusaran lumpur emosi yang terus bergerak satu-persatu percikan lumpur disemburkan layaknya amunisi yang meletup dari pistol seorang angkatan bersenjata. Dan ternyata amunisi itu berisi sebuah racun yang ketika menembus kulit korbannya ia langsung pecah kemudian berdifusi ke dalam pembuluh darah, bercampur dengan aliran darah, lalu mengedarkannya ke seluruh tubuh.

Proses itupun berlangsung antara hati sebagai pistolnya dan tubuh tuannya sendiri sebagai korbannya. Rasa ingin menyerah, takut, iri, dengki, rendah diri, ketidakdilan. Amunisi itu ditembakkan satu per satu, tapi hanya dalam interval waktu sepersekian detik. Begitu cepatnya serangan yang ia lancarkan kepada tuannya, menyebarkan racun ke seluruh pembuluh darah dan yang lebih parahnya adalah memprovokasi pikiran untuk menjadi sekutunya dalam peperangan ini.

Itulah peperangan yang teramat sangat sulit. Melawan diri kita sendiri yang ,mungkin hingga kapanpun akan sulit untuk benar-benar kita perangi dan akhirnya lenyap. Peperangan itu hanya akan berujung pada kelelahan pada masing-masing pihak hingga peperangan itu berakhir, tetapi tidak benar-benar berakhir. Ini akan muncul lagi suatu saat nanti, meskipun dengan teknik peperangan ataupun amunisi model baru. Peperangan yang sesungguhnya hanya akan menimbulkan kepedihan,untuk siapapun yang menjadi pemenangnya.

Namun, tak selamanya tak pernah ada pemenang dalam peperangan itu. Peperangan itu akan membawa seorang pemenang ketika provokasi yang diajukan pada pikiran tak berhasil dan hal yang sebaliknya justru akan terjadi. Pikiran akan memprovokasinya untuk tidak menembakkan amunisi-amunisi beracun itu ke tubuh sang korbannya. Kemudian mereka bersama-sama keluar dari kubangan lumpur emosi yang menjerat. Namun, untuk keluar dari kubangan lumpur itu mereka membutuhkan pegangan yang kokoh. Pegangan yang bukan hanya sebatas sebagai tiang yang memberikan tempat agar tangannya tertahan dan mampu mengumpulkan kekuatan untuk menarik dirinya sendiri. Lebih dari itu, pegangan yang juga mampu menariknya sehingga tak terasa terlalu berat untuk keluar dari kubangan lumpur emosi penuh jeratan itu.

Meskipun suatu saat atau beberapa waktu lagi peperangan itu akan kembali di mulai. . .

Komentar

  1. pegangan yang gak hanya menarik dirinya keluar tetapi juga menahan/menopang dirinya untuk tidak tercebur pada kubangan lumpur penuh emosi itu. Memang, kubangan lumpur itu emang selalu ad dan peperangn spt itu emang akan muncul lagi. At least, dia tidak tercebur ke dalam kubangan tersebut utk kali keduanya, dan lebih penting lagi biar dia gak slalu tercebur ke bagian lebih dalam lagi.
    Intinya kamu perlu refreshing, hehehee....

    BalasHapus

Posting Komentar