6 Pro Poor Project ; Rencana Indah Bagi "Si Marginal"


24 Februari 2011, Menko perekonomian kita yang terhormat, tuan Hatta Rajasa menyampaikan hasil rapat koordinasi yang di pimpin olah atasannya langsung tuan presiden SBY yang paling terhormat. Enam program pro rakyat adalah hasil akhir yang disampaikan ke publik sebagai keputusan rapat koordinasi tersebut. Lagi-lagi program pro rakyat, kedengarannya memang menyenangkan bagi mereka yang menjadi sasarannnya, tetapi sekaligus menggelikan untuk rakyat yang sudah mulai muak dengan janji para pejabat dan pencitraan para tuan yang terhormat.

Sesungguhnya sangat indah rencana para tuan kita yang terhormat itu untuk mengencankan efisiensi anggaran APBN sebesar 10% dengan kaum marginal yang dari dulu hingga sekarang masih menyandang warisan gelar turun-temurun dari leluhurnya. Kaum melarat, menunggu uluran tangan para tuan yang terhormat, menunggu program-program pro rakyat dan hingga kini masih menjadi janji bersyarat. "Akan terwujud asalkan para tuan kita yang terhormat tidak tamak dengan perut mereka masing-masing,asalkan aliran birokrasi tidak dipenuhi kebocoran, asalkan....." Terlalu banyak alasan dari kegagalan yang dilakukan para tuan. Rupanya para tuan yang terhormat kita adalah penganut self-serving bias yang akan sangat membanggakan diri mereka sendiri ketika memperoleh keberhasilan dan akan menyalahkan faktor eksternal untuk kegagalan yang mereka alami.

Kita tinggalkan sejenak analisis perilaku para tuan yang memuakkan dan kembali pada topik permasalahan. Enam program pro rakyat yang disampaikan tuanku Hatta Rajasa nampaknya merupakan hasil kegelisahan para tuan akan kondisi kemiskinan yang seolah tak pernah hendak lengser dari keberadaanya yang laten di negeri yang kaya raya ini. Kemiskinan yang dengan gagahnya tetap bertengger sebagai masalah yang tak kunjung terselesaikan dan menertawakan setiap upaya yang gagal untuk membasmi wabahnya yang merajalela. Setidaknya masih ada kegelisahan sebagai wujud rasa tanggung jawab para tuan atas mereka yang menitipkan masa depannya lewat kursi kepemimpinan yang diamanatkan.

Enam proyek pro rakyat yang akan segera di luncurkan;
1. Perumahan murah untuk rakyat
2. Program air bersih untuk rakyat
3. Kendaraan angkutan murah pedesaan
4. Listrik murah dan efisien beserta elektrifikasinya
5. Program peningkatan kehidupan masyrakat nelayan
6. Program peningkatan kehidupan masyarakat di daerah pinggir kota
Terlihat sebagai suatu rencana indah yang akan diterima oleh mereka para kaum papa. Semoga rencana bukan lagi sebatas rencana tanpa realisasi dan selamanya terpatri dalam angan-angan dan harapan kosong bagi mereka yang telah menantinya, "si marginal" yang menantikan keadilan.

Kita lihat enam proyek para tuan, urutan pertama dan keenam tak ada yang langsung menyinggung pendidikan. Pendidikan, adalah kendaraan bagi semua orang terlebih lagi bagi "si marginal" untuk benar-benar membawa mereka keluar dari strata kelas sosial terendah dengan peningkatan kesejahteraaan kehidupan. Tentunya kita semua apalagi para tuan yang terhormat dengan gelar yang panjang mengikuti namanya, telah mafhum bahwa kualitas SDM sebagai hasil pendidikan adalah mitra paling kuat untuk menyingkirkan kemiskinan dari tempatnya. Dan ternyata mereka tidak menempatkannya sebagai prioritas. Padahal, selama ini "si marginal" selalu kehilangan haknya yang satu ini dengan adanya komersialisasi pendidikan yang semakin tak memiliki hati bahkan untuk sekolah dan perguruan tinggi yang berembel-embel negeri.

Tentunya kita tak akan mencoba mengerti pemikiran para tuan, karena kita menantikan sebuah tindakan. Biarkanlah kita terus mengkritik agar mereka tak lengah dan merasa rakyat telah puas dengan yang masih sebatas apa yang mereka ingin wujudkan. " Tuanku yang kami hormati, berikanlah akses pendidikan bagi 'si marginal" agar menjadi jalan bagi mereka membebaskan diri mereka sendiri." Bukankan seharusnya para tuan itu mengerti semua proyek kemiskinan yang justru bersifat 'memberi' tanpa adanya value added yang di terima oleh "si marginal" belum mampu menyelesaikan akar permasalahan. Proyek yang hanya mampu secara statistik di atas kertas meningkatkan taraf hidup secara instant, tetapi justru menimbulkan ketergantungan, bukan kemandirian.

Semoga para tuan yang terhormat di kursinya itu akan secepatnya paham bahwa "si marginal" membutuhkan sesuatu yang menciptakan kemandirian sehingga mereka bisa membebaskan diri mereka sendiri bukan selamanya tergantung dengan apa yang para tuan ulurkan. Mereka butuh pendidikan yang mampu mengeluarkan mereka dari lingkaran kemiskinan meski sejatinya kemiskinan pulalah yang membuat mereka kehilangan haknya atas itu. Para tuanlah yang kami nantikan sebagai pemutus rantai yang saling menyambung itu sehingga "si marginal" mendapatkan haknya atas pendidikan untuk bisa benar-benar keluar dari penyakit yang menjadi warisan turun-temurun dalam generasinya, kemiskinan...

Komentar