BALADA SANG PENGUASA TURUN TAHTA


Aku tak pernah bermimpi untuk menjadi penguasa selamanya. Aku paham jika aku bukan seorang raja dimana hanya kematian yang akan membuatku meninggalkan singgasana. Aku juga bukan penguasa orde baru yang bisa berkali-kali naik tahta meski dengan cara menipu. Tetap duduk dikursinya yang empuk tanpa peduli ketika jutaan rakyat mulai mengamuk. Aku bukan seperti itu. Aku hanya seorang pemangku jabatan biasa yang harus merelakan “turun tahta” ketika masa jabatanku selesai.

Sekarang masa jabatanku telah usai. Meski rasanya terlalu singkat, tetapi aku merasa puas. Bukan pujian yang selama ini aku kejar, bukan pula kehormatan dari jabatan yang aku pangku. “Pemimpin yang kharismatik, pemimpin yang bijaksana, atau pemimpin yang berdedikasi!” masa bodoh dengan semua itu. Aku hanya ingin tetap mempertahankan idealisme yang telah puluhan tahun kami junjung tinggi, dalam diriku sendiri maupun puluhan kepala yang aku pimpin. Semata-mata karena rasa cintaku pada “negeri kecil” ini. Hanya berusaha membimbing dan mengarahkan para penghuninya untuk tidak berhenti menghasilkan karya, lebih produktif, dengan tetap berbekal pada idealisme yang kami miliki.

Sekarang masa jabatanku telah usai. Meskipun tak dapat dipungkiri hati kecilku masih berkata “aku ingin tetap berada di tempat ini, berada di tengah-tengah kalian seperti sebelumnya.”

Jika masih sesekali aku mengunjungi “istana kecil” ini, bukan karena aku tak rela untuk melepaskan jabatanku. Hanya semata untuk melepas rasa rindu. Namun, jika aku juga tak lagi sering datang, bukan berarti aku tak peduli lagi. “Istana kecil” ini yang telah mengajariku banyak hal dan memberiku kenyamanan layaknya sebuah keluarga. Bukan sebuah sistem kepemimpinan dengan kekuasaan mutlak terhadap orang-orang yang dipimpinnya tanpa melibatkan rasa kasih sayang.

Meski juga tak semua diantara kalian bisa menerima yang aku maksud. Aku juga tak merasa kecewa ketika kalian menyuarakan untuk diriku yang kalian anggap lebih terpaku pada apa yang dihasilkan, sedang kepedulianku pada kalian dirasakan masih kurang. Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik menurut pemikiranku dan maaf jika itu adalah sebuah kesalahan. Jadikanlah itu sebagai pembelajaran.

Namun, semua itu justru membuatku tenang. Aku bisa meninggalkan “negeri kecil” ini tanpa rasa khawatir, karena aku tahu rasa cinta kalian terhadapnya yang begitu besar.

Sekarang, biarkan aku menghapuskan sejenak jejakku dari tempat ini. Regenerasi memang secara alamiah harus terjadi dan aku pun muncul dari sebuah regenerasi pemimpin sebelumku. Aku juga ingin menata dulu kehidupan baruku setelah melepaskan semua hal yang sebelumnya ada dan kini tak ada lagi. Bukan ketidakikhlasan yang menjadi penekanannya, tetapi hanya masalah waktu dan kebiasaan.

Aku tak ingin tetap berada di tempat ini dan dianggap masih mengintervensi sistem baru yang terbentuk. Semata-mata karena aku benar-benar mencintai “negeri kecil” ini. Meski begitu aku juga tidak akan mengucapkan selamat tinggal. Hanya ucapan selamat atas regenerasi kepemimpinan yang sudah terjadi dan aku juga percaya pemimpin “negeri kecilku” yang sekarang, akan mampu melakukan lebih dari yang pernah kulakukan.

“Negeri kecil” ini, “istana kecil” ini, dan kalian semua, akan menjadi kenangan yang tersimpan dengan indah pada tempatnya yang istimewa dalam diriku sampai kapanpun. Dan jika nanti aku kembali untuk menjenguk “negeri kecil” ini, aku berharap semua jauh lebih baik dan idealisme yang sudah melekat tak akan pernah luntur siapapun yang akan menjadi pemimpinnya nanti. Lagi-lagi, karena aku mencintai “negeri kecil” ini.



Februari 2011
Desi Sri Wahyu Utami
Didedikasikan untuk para pemimpin “negeri kecil” kami (Badan Otonom Economica) yang telah selesai menjalankan tugasnya, terima kasih untuk dedikasinya satu periode yang baru saja usai.

Komentar