Tangga Terakhir ; Langkah Yang Sering Kali Terabaikan

Banyak hal kecil yang kita alami dan tak jarang memiliki keterkaitan dengan filosofi kehidupan. Sadar atau tidak, seringkali kita melewatkan tahapan terakhir dalam suatu pencapaian hidup hingga pada akhirnya kita harus merelakannya hancur dan diri kita pun direlakan begitu saja terjatuh....

Suatu ketika aku berjalan menuruni sepuluh anak tangga. Anak tangga pertama, kedua, hingga anak tangga kedelapan kuperhatikan langkah kakiku. "Satu anak tangga terakhir," pikirku dalam mengambil langkah berikutnya. Kujulurkan kaki dengan cepat dengan keyakinan bahwa itulah langkah terakhir yang akan aku ambil dan sesegera mungkin aku akan menginjak lantai meraih keberhasilanku menuruni tangga yang memberiku resiko tergelincir dan terjatuh. Aku yakin itu adalah tangga yang terakhir untuk sampai ketempat tujuanku.

Ternyata itu bukan anak tangga terakhir. Kulangkahkan kakiku dengan rasa ketidaksabaran, kujulurkan dengan cepat. Dan benar saja itu bukan anak tangga terakhir, ketika kupikir kakiku telah memijak lantai ternyata baru menyentuh ujung tangga kesepuluh yang semula aku lupakan dan kupikir telah terlewati. Aku tak mampu melakukan apapun karena pada kenyataanya refleks penyelamatanku tak secepat efek gerakan akibat kelalaianku itu. Hanya sampai pada ujung tangga terakhir yang sebenarnya kakiku tak mampu memberikan pijakan yang kuat dan kelembaman yang aku usahakan tak bisa terwujud. Tak bisa terelakkan lagi dan akupun terjatuh. Rasanya seperti ada kekuatan gaib yang menjatuhkanku meski yang sesungguhnya adalah buah kecerobohan dan ketidak hati-hatianku dalam memprediksikan langkah terakhirku.

Begitu pula yang kerap terjadi dalam sebuah pencapaian tujuan dalam segala segi aspek kehidupan. Sebuah proses pencapaian kehidupan yang terkadang kita sering melupakan untuk tetap berhati-hati ketika kita berpikir telah berada pada langkah terakhir. Padahal pada sejatinya masih ada satu langkah lagi yang harus kita lewati untuk benar-benar mencapai keberhasilan yang diinginkan. Jangan sampai pengabaian dan over confidence akan langkah satu langkah lagi yang harus kita ambil membuat proses panjang yang telah kita lewati hanya menjadi kesia-siaan meskipun pada hasilnya tetap saja sampai pada tempat tujuan. Kita tentunya tak ingin sampai ke tempat tujuan, tetapi dengan rasa sakit karena terjatuh akibat kecerobohan diri sendiri.

Sesungguhnya anak tangga terakhir itu ada banyak hal yang tentunya akan berbeda tergantung dengan apa yang kita tuju. Namun, pada hakikatnya kesemuanya itu bisa kita generalisasikan ke dalam wujud syukur, rasa syukur atau bersyukur. Rasa syukur pada umumnya kita artikan sebagai rasa terima kasih atas apa yang kita hasilkan kepada Sang pencipta, kekuatan yang sesungguhnya ada di balik keberhasilan yang kita capai. Namun, wujud atas rasa syukur itu sesungguhnya tak sebatas perbuatan yang terkait dengan Tuhan meskipun tetap itu yang utama. Alam dan sesama manusia tentunya juga perlu untuk mendapatkan wujud syukur itu.

Tak jarang dalam meniti tahapan dalam proses pencapaian suatu tujuan kita rasakan sudah hampir berada pada proses akhir. Dengan dorongan nafsu yang memburu secepatnya kita dorong diri sendiri untuk berpuas hati, bangga, dan terkadang angkuh atas apa yang ada di depan mata. Keputusan untuk menyombongkan diri secepat itu membuat kita sering kali lupa bahwa ada satu hal yang harus kita lakukan yakni bersyukur. Tidak secepatnya berpuas diri dan meniadakan kesombongan sesungguhnya juga bentuk lain dari rasa syukur itu sebagai anak tangga terakhir yang sering terabaikan tetapi membahayakan.

Kita harus menyadari adanya kekuatan lain yang mengintervensi dan akan mampu mengintervensi keberhasilan yang akan kita capai. Jika kita berbicara tentang Tuhan, itu akan jadi hal yang mutlak dan siapapun akan percaya bahwa Tuhan akan mampu melakukan banyak termasuk menggagalkan apa yang kita impikan diluar ekspektasi. Kuasa-Nya dengan mudah akan mampu menjatuhkan kita begitu saja tatkala kita terlalu cepat angkuh dengan apa yang disebut dengan keberhasilan itu baru akan kita capai sedang kita lupa untuk bersyukur. Seperti apa yang terjadi dengan anak tangga kesepuluh seperti yang kita bicarakan sebelumnya. Bisa jadi dengan tangan-Nya keberhasilan yang akan kita capai harus terhambat tatkala kita terjatuh dan beruntung jika kita tetap bisa bangun bukan terluka parah hingga membuat kita pasrah menerima keterpurukan itu. Seperti kekuatan gaib yang menjatuhkan kita padahal yang terjadi sebenarnya adalah buah kelalaian yang kita lakukan. " Bersyukur pada-Nya adalah anak tangga terakhir itu..."

Mungkin beberapa dari kita tak mau menerima argumen jika terkait dengan kuasa Tuhan. Seperti yang tadi aku katakan, wujud syukur bukan semata-mata perbuatan langsung kepada Tuhan, karena sesungguhnya Tuhan juga tak butuh apapun dari kita selain Cinta yang membawaka kepatuhan dan ketaatan pada-Nya. Wujud syukur bisa kita ungkapkan dengan perbuatan kepada sesama manusia atau alam. Aku tak akan berpanjang lebar disini karena tentunya kita akan bisa mencernanya dengan mudah. Dalam setiap pencapaian tujuan dalam kehidupan tentunya kita punya stakeholders yang mampu memberikan efek tertentu terhadap apa yang akan dan telah kita capai sekecil apapun.

Memuaskan dan memberikan apa yang menjadi hak serta harapan stakeholders adalah cara terbaik untuk mengamankan apa yang akan dan telah kita capai sebagai realisasi kita waspada terhadap anak tangga kesepuluh. Mungkin terlalu general, misalkan saja dalam sebuah bisnis pertambangan sebut saja satu nama Chevron. Tatkala chevron mengabaikan satu langkah penting terakhir yaitu melakukan program CSR-nya pada masyarakat dan lingkungan yang telah dia ambil kekayaan alamnya, ancaman besar baru saja menghantui. Murka masyarakat yang terambil kekayaan alamnya bisa menjatuhkan image perusahaan tersebut yang pada akhirnya membuat kegiatan bisnisnya terhambat. Singkatnya semacam itu, dan itu juga akan terjadi untuk stakeholders yang lainnya dan dalam aspek hidup yang lainnya bukan hanya bisnis. Misalnya dalam hubungan cinta yang serius, restu orang tua dari masing-masing pasangan adalah anak tangga kesepuluh itu.

Sebagai hasil akhirnya, anak tangga kesepuluh yang sering kali terlewatkan tak diekspektasikan adalah ancaman yang paling berbahaya dalam pencapaian sebuah tujuan. Rasa syukur, wujud syukur, atau bersyukur adalah anak tangga kesepuluh itu. Wujud syukur tak sebatas pada ungkapan perbuatan pada Tuhan sebagai stakeholder terbesar tetapi juga stakeholders yang lainnya. " Itulah anak tangga terakhir, tahapan terakhir yang sering kali terlupakan saat kita memijaknya dengan tidak sempurna maka kita akan terjatuh..."

Komentar