Jeritan hati untuk tubuh yang berbuat dosa....




Miris, hanya kata itu yang mampu kuucap mendengar semua ini. Juga rasa takut yang mulai mendesak, membayangkan kemurkaan Tuhan atas apa yang diperbuat makhluk yang diciptakan-Nya paling sempurna di muka bumi ini.

Belum hilang dalam ingatan, ketika ibu bercerita dua sahabat kecil yang terpaksa membenamkan cita-cita masa depannya dan merenggut masa mudanya sendiri secepat itu. Apa mau dikata mereka wanita. Jikalau tubuh mereka berbuat dosa dengan makhluk yang diciptakan sebagai pasangan-Nya, dengan satu kedipan mata maka angan tentang masa depan yang sempurna pun akan lenyap begitu saja. Ketika satu nyawa lagi dititipkan dalam tubuhnya apalagi yang kaum kami bisa perbuat selain pasrah dan mengikhlaskan harapan untuk sebatas menjadi mimpi dalam tidur malam nanti.

Masih teringat jelas kata-kata ibu. Melihat dua sahabatku murung meski mereka mendapatkan cinta yang sebelumnya justru ia puja setengah mati. Seperti hanya cinta itu saja yang berharga dan membuat mereka melupakan sejenak keberadaan Tuhan apalagi sekedar dua orang tua yang selalu menunggu dan mendoa untuk anak-anaknya. Jiwa dan raga yang mereka pasrahkan begitu saja untuk dibuai nafsu cinta yang kehilangan akal sehatnya. Itukah cinta? Aku bilang bukan. Cinta itu menangkan bukan menyakiti dan cinta itu memelihara, bukan menghancurkan. Dua sahabatku yang sedang belajar tentang cinta mengambil keputusan terlalu cepat. Hingga aku melihat keduanya sekarang, menanggung beban hidup, rasa malu, dan penyesalan atas cinta yang mereka agungkan sebelumnya.

Dan sekarang lagi. Gadis kecil yang belasan tahun lalu aku pernah ikut menungguinya saat tertidur dengan lucunya. Pun mengambil kesimpulan terlalu cepat tentang cinta yang bahkan baru saja dikenalnya. Menurutku ini sangat cepat. Bahkan usia pun masih menganggapnya masih belum mampu membedakan mana yang baik dan tidak untuknya. Hingga ingin rasanya aku bertanya pada si gadis kecil “siapa yang mengajarimu semua ini? Siapa yang mengajarimu untuk berlebihan mengagungkan cinta seperti ini? Dimana ingatan akan ajaran Al Qur’an yang setiap selesai maghrib Pak uztad mengajarkannya padamu?” Ingin aku memukul gadis kecil itu, ingin aku menyadarkan atas kebodohan yang ia lakukan atas pengagungan cinta yang berlebihan yang mungkin belum dia mengenalnya dengan benar-benar. Meski aku juga tahu ketika cinta itu datang dunia bisa saja kehilangan aturannya, tetapi bukan pula melenyapkan iman.

Mendengar cerita ibu tentang semua ini. Gadis kecil yang merasakan kemenangan atas cintanya, meski semua orang justru memandang sebaliknya. Justru sekarang cinta yang dipuja itu memperlihatkan wujud aslinya. Menghilang tanpa jejak jangankan memperlihatkan tanggung jawabnya. Dan si gadis kecil hanya meratapi nasibnya. Tidur secepat mungkin dan bangun lebih awal dari yang lain dengan harapan ketika matanya terbuka apa yang terjadi padanya hanyalah mimpi buruk yang telah berakhir. Dan ternyata hidup tak semudah yang ia bayangkan.

Bisa kubayangkan si gadis kecil yang menangis di kamarnya seorang diri. Dengan satu nyawa lagi yang dititipkan Tuhan dalam tubuhnya sebagaimana takdirnya sebagai wanita. Yang mungkin sebenarnya ia tak tahu ini akan terjadi ketika cinta itu menghampiri, membuai, dan mengambil akal sehatnya. Si gadis kecil hanya berharap cintanya akan datang dan memberikan haknya. Semoga secepatnya cinta itu menjemputnya. Ya, aku wanita hingga aku bisa menerka apa yang dirasanya sekarang. Meski usia yang sungguh masih sangat belia dan belum waktunya untuknya merasakan semua ini sekarang.

Dan dua pasang mata yang selalu menjaga dan mendoanya siang malam, hanya mampu pasrah untuk kesalahan putri kecilnya yang mengambil keputusan sepihak atas nama cinta.

Mendengar ibu bercerita kisah si gadis kecil, wajah kepsarahan kaum wanita yang lagi-lagi harus menanggung sendiri kesalahan yang sesungguhnya ada campur tangan kaum satunya lagi. Apa mau dikata, wanita diciptakan lebih spesial dari lawan jenisnya. Tuhan menitipkan calon manusia baru hanya dalam tubuh kaum bernama wanita. Kaum yang oleh mereka dikenalkan akan cinta dan terkadang dicampakan mereka begitu saja juga atas nama cinta.

Mendengar cerita ibu tentang si gadis kecil, kesimpulan yang terlalu cepat atas nama CINTA

Komentar

  1. emmm... decil, jgn terlalu pusing mikirinnya.. she keeps on silence not because she's sad or so sorry or anything else. She can be thinking of what dress that the baby suppose to wear,what the style, what the colour.. hehe. LOL.

    BalasHapus
  2. Saya amat sangat prihatin. Karena wanita itu terlalu spesial kalau berbuat salah nggak bisa lari, bukti terpampang jelas,hahaha.
    Baju bayi? Sebenernya dia mikirin baju pengantin menurutku.

    BalasHapus
  3. hmm...saya baca aja dehh :D
    *pembacasetia

    BalasHapus

Posting Komentar