SATU HARI...


Satu hari untuk kali ini hati dibebaskan menjalanakan kodratnya, dicinta dan mencinta.
Satu hari untuk hati yang tak lagi dipaksakan menerima doktrin mereka.
Satu hari untuk hati menerima kebebasannya.
Satu hari untuk hati dan kejujuran.
Satu hari untuk kebahagiaan.
Sati hari untuk dia yang kucinta.

Hanya satu hari

Aku mencintainya hingga nanti
Hanya satu hari
Aku sungguh bahagia..

Malam semakin larut, menghantarkan tubuh-tubuh manusia terlelap dalam mimpi malam mereka atau sekedar melepaskan kepenatan hari yang baru saja berlalu. Hening, seolah tak ada satu pun manusia yang masih ingin terjaga untuk menikmati keheningan malam sejenak. Berpikir tentang esok hari atau sejenak merenung tentang hidup dan cinta. Suara malam yang mampu menciptakan dimensi khusus untuk memikirkan sesuatu. Membimbing angan dan hati untuk saling menyatu tanpa takut dengan bisikan-bisikan yang mampu membuat mereka berdua terusik dan saling membenci.

Dua pasang mata sayu masih terjaga malam itu. Sesosok tubuh yang masih terduduk di depan mejanya. Kedua tangannya memegang sebuah ponsel seolah hendak menghubungi seseorang di dimensi lain dengan benda kecil itu. Kepalanya yang bersandar diatas meja menyiratkan keraguan yang masih ada entah oleh hati atau pikirannya. Kedua partnernya itu seolah belum bersepakat akan suatu hal. Sesekali ia memberanikan diri menekan tombol angka-angka dari benda kecil yang dipegangnya, tapi hanya bertahan untuk lima angka pertama. Tak pernah selesai.

“ Apa yang kamu pikirkan lagi Ai? Sesekali kamu harus egois untuk dirimu sendiri. Ada kalanya kamu harus mengalahkan logikamu dan sedikit berempati dengan jeritan hatimu sayang. Hatimu sudah terlalu lama kau paksakan menerima apa yang mereka perintahkan. Biarkan sejenak ia merasakan kebebasannya, menerima kodratnya yang sesungguhnya tuk dicinta dan mencinta. Jangan terlalu keras memaksa hatimu Ai....,” suara yang entah berasal dari mana itu terdengar begitu jelas di telingaku.

Aku menerima tawaranmu, untuk satu hari yang kau minta padaku.
Bisikan yang sesungguhnya suara hatiku sendiri itu telah membuatku yakin mengambil sebuah keputusan yang semula aku ragukan. Keputusan yang sesungguhnya tanpa diminta pun sangat ingin untuk aku melakukannya. Keputusan untuk hatiku yang mencinta dan dicinta. Namun, cinta yang kurasakan ini ternyata tak cukup membenarkanku untuk mengalahkan cinta yang lebih besar dan memang seharusnya tak akan pernah aku pertaruhkan. Cinta yang tak akan pernah menyakiti, cinta yang akan selalu ada, dan cinta yang hanya membuatku menangis karena bahagia. Sedang yang akan aku terima dari apa yang ada dihatiku mungkin hanya cinta yang akan membuatku menangis suatu saat nanti.

Terima kasih sayang. Aku tak akan menyia-nyiakan hari esok. Satu hari yang akan menunjukkan seberapa besar aku mencintaimu.

Aku pun meninggalkan tempat meditasiku sejak dua jam yang lalu hanya untuk sebuah jawaban singkat ini. Ya, Ken meminta komitmenku hanya untuk satu hari jikalau memang aku masih tak mau memberikannya lebih dari itu. Satu hari untuk benar-benar menjadi dua manusia yang saling mencinta, dengan sebuah kejujuran akan perasaan yang sesungguhnya aku rasakan. Esok hari....

****

Langit menghujani bumi dengan sangat derasnya siang ini.
“ Inikah hari yang aku inginkan? Satu hari untuk kenyataan yang tak pernah benar-benar terjadi?” suara hatiku seolah tak ingin menerima apa yang dilakukan langit padaku hari ini.

Satu hari yang tak lagi sebatas harapan untukku dan Ken sepertinya tak bisa benar-benar terwujud. Satu hari disaat kami benar-benar menjadi sepasang kekasih, hanya satu hari. Ken mungkin tak akan datang untuk membawaku menikmati hari kebebasan hati kami berdua. Hari yang dijanjikan Ken dan kusetujui untuk melihat indahnya hari dalam buaian cinta yang tak lagi kusembunyikan. Hari dimana Ken akan berkata “kau milikku”. Hanya satu hari. Hujan siang ini mungkin akan mengubur semua angan itu.

Aku hanya mampu memandangi tetesan air langit yang rasanya begitu tak bersahabat hari ini. Sudut hatiku merasakan kekecewaan yang mendalam. Sebuah bus yang setiap harinya aku nantikan berhenti tepat didepanku, siap membawaku kembali meninggalkan tempat ini seperti hari-hari sebelumnya. Rasanya hari ini justru aku tak ingin melihatnya. Hanya Ken yang kuinginkan membawaku pergi dari tempat ini. Dengan sedikit keraguan aku melangkah masuk ke dalam bus dan mengambil tempat duduk di dekat jendela untuk membiarkan pandanganku tetap mampu menyaksikan pementasan hujan yang mengecewakan.

Ai, sepuluh menit lagi aku akan sampai di halte depan sekolah kamu. Kamu tunggu aku yaa.

Pesan singkat dari ponselku membuatku mengambil langkah cepat untuk keluar dari bus sebelum semuanya terlambat.

Sepuluh menit hanya terasa seperti beberapa detik. Hujan yang semula membuat langit terlihat suram seketika itu menjadi cerah. Sosok yang kunantikan kini ada di hadapanku dengan tubuhnya yang basah kuyup melawan kekejaman sang hujan.

“ Kamu hujan-hujanan?” rasanya aku tak tega melihat tubuh dihadapanku ini basah kuyup hanya untuk mendatangiku.
“ Nggak apa-apa Ai buat hari ini,” meski terlihat jelas ia bermasalah dengan hujan yang telah membuatnya basah kuyup, Ken tetap berusaha tersenyum untukku.
“ Nanti kamu sakit, aku pikir kamu pakai jas hujan. Kalau ternyata hujan-hujan seperti ini mending tadi aku nggak ngijinin kamu datang kesini. Kamu kehujanan tiga puluh menit lebih untuk sampai kesini kan?” aku tak mampu melenyapkan kekhawatiranku begitu saja. Tentunya aku tak sampai hati melihat kondisi seseorang yang sesungguhnya aku cintai ini meski sekeras mungkin kucoba mengingkarinya. Ternyata hati tak semudah itu untuk aku kompromikan.
“ Sudahlah Ai, sekarang kamu pake helm ini. Aku nggak mau kehilangan hari ini begitu saja,” Ken menyerahkan helm yang ketika kubalikkan air menetes dengan cepat dari dalamnya. Menjadi tanda sudah sangat lama ia diderai tetesan air langit.
“ Jangan, kamu pakai punyaku saja yang dalamnya nggak basah. Nanti kamu pusing kalau pakai itu,” Ken kembali mengambil helm itu dari tanganku dan mengganti dengan miliknya sebelum sempat menyentuh kepalaku.

Seketika itu ada perasaan aneh yang aku rasakan melihat perhatian Ken yang menurutku sangat romantis hari ini. Ingin rasanya aku memeluk tubuh yang basah kuyup ini untuk sekedar mengucapkan terima kasih dan untuk mengatakan bahwa aku sungguh mencintainya. Hujan sekarang sepertinya sedikit mengerti apa yang kami inginkan, ia mereduksi butiran-butirannya menjadi sedikit lebih ringan.

“ Kamu nggak keberatan kan Ai kalau kita hujan-hujanan?” Ken menanyakan kesanggupanku untuk menemaninya melintasi jalanan di tengah hujan.
“Hmmm..,” aku hanya mengangguk tanda setuju.

Si merah roda dua itu membawa kami melintasi jalanan meski di tengah hujan yang masih belum ingin berhenti. Meski aku juga tak lagi peduli lagi dengannya dan tubuhku yang juga akan basah olehnya nanti.

Ken membawaku melintasi jalanan yang sesungguhnya setiap hari aku melewatinya hingga bosan. Namun, hari ini rasanya sungguh berbeda. Aku juga tak peduli dengannya yang membosankan sedang sekarang rasanya tidak. Aku hanya ingin melihat punggung di hadapanku, senyuman penuh cinta yang pasti ada dari wajah dibaliknya. Dan hari ini membuatku yakin. Ken benar-benar mencintaiku dan mungkin dia tak akan membuatku menangis seperti apa yang aku takutkan dari cinta yang selalu kucoba ingkar terhadapnya.
“ Aku juga sangat menyayangimu Ken,” kubisikkan kata-kata itu perlahan dari balik tubuhnya yang basah kuyup. Aku tahu pasti ia tak mendengarnya dan Ken pun benar-benar tak pernah mendengarnya.

****

Meski hanya sebuah kencan sederhana, tetapi kata-kata Ken benar-benar terbukti. Perasaan yang kubebaskan ternyata mampu memberikanku kebahagiaan. Hingga rasanya tak ingin untuk hari ini berakhir. Namun, ternyata bumi tetap berotasi seperti biasanya dan tak bersedia untuk hari ini saja memperlambatnya untuk kami. Meski berat, aku harus merelakan kebersamaan kami berakhir bersamaan dengan sang hujan yang tak lagi betah mempertontonkan atraksinya lagi di muka bumi. Jam 6 sore hari ini, pertemuanku dengan Ken harus berakhir.

“ Makasih ya Ai untuk hari ini, aku bahagia,” Ken mengucapkan kata-kata itu dengan tatapan yang entah kenapa aku tak berani menatapnya terlalu lama. Hanya sesekali, karena aku takut aku tak lagi kuat menahan perasaan ini untuk tak semakin kesetanan.
“ Sama-sama, makasih juga Ken kamu udah rela untuk hujan-hujanan hari ini. Nanti sampai dirumah cepetan mandi terus istirahat ya biar nggak sakit. Kalau demam cepet-cepet minum obat ya?” Kali ini aku justru yang melemparkan tatapan yang aku takuti tadi pada Ken.
“ Iya, udah sana kamu masuk, nanti dicariin bapak sama ibu,” aku tahu sesungguhnya Ken juga tak rela jika hari ini berakhir sekarang.
Aku mengangguk, menjabat tangan Ken, dan melambaikan tanganku seraya membalikkan badanku. Meninggalkannya yang masih tetap menatapku. Aku menguatkan diriku untuk tidak berbalik dan menatapnya dengan tatapan mata yang kurasakan sedang rapuh sekarang. Meski akhirnya aku juga tak mampu menahannya lagi. Aku berbalik untuk memandangnya dan ternyata Ken sudah tak ada lagi.

“ Aku mencintaimu, terima kasih untuk hari ini.....,” sekali lagi Ken tak akan pernah mendengar apa yang aku katakan.

Ken pun pergi dengan atau mungkin tanpa tahu rasa hatiku yang sesungguhnya. Meski seharusnya ia tahu, tapi entahlah aku hanya berharap dia akan benar-benar tahu. Satu hari yang kami sepakati nyatanya belum benar-benar berakhir. Masih ada enam jam sebelum perjanjian kami berakhir. Aku masih berhak membebaskan hatiku dan mengatakan cinta sesuka hatiku. Begitu juga dengan Ken yang hari ini terlihat sungguh manis.

“ Aku ingin selamanya kau mencintaiku, karena aku menyayangimu..,” lagi dan lagi.

Apa yang dikatakan Ken benar, cinta itu ternyata begitu indah ketika aku berani membebaskannya. Meski hanya untuk satu hari......

****

Satu hari ketika hujan turun dengan derasnya, Februari 2008.
Sesungguhnya hari itu tak berakhir hingga esok hari dan dua musim berlalu ketika apa yang pernah kutakutkan itu benar-benar terjadi. Cinta itu akhirnya membuatku menangis, cinta itu ternyata menyakiti, dan barulah satu hari itu benar-benar berakhir......

Komentar

  1. love is the biggest power in the world..
    Salam kenal..

    Bang_Andre

    BalasHapus

Posting Komentar