Dialog Dalam Malam...


Berdialog dalam malam, berdialog dalam hening tanpa bayang.

Berdialog dalam malam, tentang kemungkinan-kemungkinan esok hari, dan tentang kisah yang mungkin terjadi,nanti.

Berdialog dalam gelap, rangkaian kata yang meyakinkan. Juga bait puisi yang menyayat hati, muncul dalam ketidakpastian, pun dalam rentang tanpa jarak pandang.
Mencoba membuka mata dalam gelap, nyatanya memang belum terlihat apapun tanpa secercah sinar. Sedang hanya suara yang mampu terdengar, dan rasanya cukup menenangkan.

Berbicara dalam rentang, nyatanya belum cukup meyakinkan. Meski, bait puisi menyayat hati, atau sekedar kata-kata bijak pembangkit semangat esok nanti. Bahkan, rangkaian kata-kata menyirat dalam bayang-bayang janji. Belum cukup.

Nyatanya memang tak ada bayang dalam kegelapan malam karena semuanya sama, samar. Hanya mencoba menerka-nerka pada bisikan yang menciptakan bayangan itu dalam angan. Dan itu palsu bukan? Tak pasti.

Berdialog dalam gelap malam, bagaikan sebuah gelombang pasang tak menentu. Gelombang tinggi yang gagah terlihat jauh di pelupuk mata jika datang, bisa jadi hanya hempasan air setinggi mata kaki. Lemah.

Ya, bagaikan gelombang. Pasang, atau secepat itu pula hanya kembali pada aliran air menepi perlahan, tanpa daya. Sedang getaran itu terkadang membentuk ombak yang tinggi, tetapi lagi-lagi ini yang ingin kupertanyakan. Tak ada kepastian untuk sebuah kesimpulan berdialog dalam gelap bukan?

Berdialog dalam malam, membawa sedikit ketakutan yang menyapa. Jikalau esok mentari datang membawa sinarnya. Akankah bayangan yang tercipta di pelupuk mata itu sungguh sama? Atau, sinar itu yang justru akan menunjukkan betapa rapuhnya untaian bait-bait puisi dalam gelap tanpa bayang, hanya suara. Kepiawaian seorang pujangga menciptakan kata dalam malam untuk mungkin hanya sebatas pengukir kertas tanpa makna, tanpa meninggalkan jejak pada rasa dalam hati, saat esok datang.

Entahlah, tak ada kepastian untuk dialog dalam gelap seperti ini. Bukan bayangan yang sempurna yang sesungguhnya aku cari, juga bukan bayangan yang persis sama yang tercipta dalam angan dan mimpi. Sebatas bayangan yang serupa yang hanya terdengar pada untaian bait-bait puisi dalam dialog malam hari. Hanya itu.

Bukan bayangan yang sempurna, bukan itu. Tetapi tetap bayangan yang menenangkan sebagai pujangga dengan untaian puisi penyayat hati bukan pengukir kertas tanpa makna dalam sinar yang lebih terang, dan aku akan melihatnya. Berharap, getaran itu tetap ada untuk bayangan yang sudah terlihat nyata.

Berdialog dalam malam, hanya untaian bait-bait puisi yang terdengar nyatanya tak cukup meyakinkan. Dan memang tak seharusnya yakin. Tak ada bayang yang terlihat dalam malam, dan biarkanlah tetap seperti gelombang yang tak pasti.

Berdialog dalam gelap tanpa bayang, tunggulah hingga mentari datang menyapa esok hari. Dan lihatlah apakah untaian bait puisi itu masih menyayat hati, atau sekedar meyakinkan dalam telinga dan bukan dibawah secercah sinar saat ia berubah jadi nyata.

Masih berdialog dalam malam, aku tak ingin cukup yakin hanya dengan ini. Akan kupastikan dulu esok nanti saat bayang itu kan terlihat dibawah sinar mentari. Dan saat itu, baru kan kuputuskan, apakah untaian puisi itu benar-benar menyayat hati ?

Sungguh, tak ada yang cukup meyakinkan untuk dialog dalam gelap. Sedang sedikit ketakutan akan sinar esok pagi untuk menunjukkan apakah itu benar-benar bayangan yang kudengar tadi malam.....

Komentar