Bukan Soal Egois atau Terlalu Cepat


Ini bukan keegoisan. Bukan itu penekanannya. Hakikatnya manusia bertindak adalah dinilai oleh mereka yang melihatnya, bukan begitu?

Ini bukan sewenang-wenang. Mengambil keputusan tanpa mendengarkan keterangan. Tapi, memang si terdakwa yang tak mau memberikan keterangan jangankan sebuah penyesalan. Bagaimana pula keputusan yang diambil bisa dirasakan adil ?

Dan ini juga bukan soal terlalu cepat atau tidak. Bukan kitab hukum yang dimainkan disini, tetapi hati. Hati tak perlu waktu untuk memutuskan, apa yang ia rasakan itulah yang ia simpulkan. Baru setelah itu pertimbangan logika sebagai penasihatnya akan mengintervensi keputusan final, salah atau benar. Dan itu juga tak perlu waktu yang lama.

Dan kau berkata ini egois. Haha, sama saja. Itu juga penilaian terlalu cepat bukan? Hanya karena stimulus pernyataan dan hanya itu pembelaannya? Justru bukan tanggung jawab yang ingin ditunjukkan. Pujangga yang pintar menyusun kata-kata manis. Membius.

Ini bukan soal egois, sepihak, atau terlalu cepat. Nyatanya memang tak pernah ada upaya untuk melihat catatan historis rekam jejak atau setidaknya dialog dua hati. Untuk setidaknya saling membongkar pemikiran, harapan, serta sedikit rekam jejak masa lalu itu tuk selanjutnya bisa saling mengerti. Kalau seperti itu tentu akan lebih bijak bukan? Tak kan ada penilaian sepihak yang sama-sama mengecewakan. Karena aku bisa memahami pun kau.

Lagi-lagi bukan terlalu cepat. Rasanya cukup lama tanganku ini seperti menggenggam bongkahan es. Dingin, dan aku berusaha memahami memang seperti itu hakikat bongkahan air beku. Dan nyatanya juga tetap acuh. Sedikit kehangatan dari genggamanku rasanya tak mampu membuatnya meleleh untuk dua telapak tangan yang mungkin telah lelah karena rasa sakit, sebelumnya.

Dan inilah rasa kecewaku. Bukan bertanya kenapa, tetapi justru balik mencerca. Menurutku itu bukan sebuah tanggung jawab. Sudah pernah kukatakan bukan? Jangan diam. Karena aku tak mampu membaca apa yang kau pikirkan, aku bukan paranormal.

Dan ini memang keegoisanku. Aku tak mau berpura-pura menjadi bukan diriku. Aku tak tahan dengan bongkahan es yang terlalu dingin, pun aku juga tak ingin. Biarlah aku menjadi aku apa adanya, dan jikalau kau tak menerimanya, berarti memang sudah seperti ini takdirnya. Sebatas ini.

Dan aku sudah sampai pada batasku. Silahkan bertahan dalam diammu dan aku akan mundur. Selagi aku masih bisa berlari, aku akan lari. Aku memang seperti ini, dan jikalau kau tetap berkata aku terlalu egois, hanya ini yang bisa kukatakan, “cobalah mengerti hati perempuan.” Sedang aku ingin berusaha memahami, tetapi lagi-lagi aku tak bisa melakukannya dalam diam...

Ini bukan egois, ini bukan sepihak, dan ini bukan masalah waktu yang terlalu cepat. Hanya saja, tak ada sepatah kata dan ini soal kecewaku. Jika tetap ingin bertahan dalam diammu bertahanlah, aku hanya ingin seperti aku.

Genggamanku rasanya semakin tak berdaya dengan dinginnya bongkahan air beku, atau mungkin memang harus kulepaskan dengan sedikit sesal....

Lagi, ini bukan soal egois atau terlalu cepat....

Komentar