Sudah kukatakan aku sangat mencintai pohon kokoh itu. Lebih dari apapun, kecuali Tuhanku




Pun aku terbangun dari tidurku. Rasanya cukup lama atau justru memang hanya sebentar. Gugur daun yang menyentuh tubuhku, dan aku terbangun. Ya, ini saatnya aku bangun dari tidurku. Secercah sinar dari celah dedaunan semakin terik dan mau tak mau aku harus membuka mata sekarang. Ingin kembali tertidur dan menutup mata, bersandar  pada batang pohon kokoh yang aku selalu mencintainya. Dan aku, hanyalah setangkai rumput liar.
Layaknya setangkai rumput liar, aku bukan apa-apa. Pun layaknya setangkai rumput liar seharusnya aku lebih kuat. Pada badai, terik, atau tangan-tangan manusia sekalipun yang mencoba mencabutku. Aku akan tumbuh lagi.
Memang tak mudah. Jikalau nyatanya memang berasal dari tanah yang tandus. Dan aku tumbuh perlahan dalam kering. Aku tak ingin dan tak akan selamanya dalam kering.
Sudah kukatakan aku sangat mencintai pohon kokoh itu. Lebih dari apapun, kecuali Tuhanku. Aku tumbuh dalam langkah kaki waktu, semakin jauh darinya. Tapi ya, bayangannya adalah yang paling dekat dalam pelupuk mataku. Karena lagi, aku sangat dan akan selalu mencintainya. Meski terkadang terbesit rindu yang teramat hingga daunku terkadang kusandarkan pada sebatang kayu yang kubilang aku menyukainya. Sesaat bahkan tertidur. Mungkin sedikit beban mampu kusandarkan. Tapi, tidak. Seperti fatamorgana.
Jikalau aku sesaat menjadi rumput liar yang layu dan terinjak. Bukan tetes hujan yang membangunkanku. Sudah kubilang, aku tumbuh dalam kering. Dan bayangan pohon kokoh dipelupuk mata itu semakin nyata, dan akarku akan tetap kuat. Daunku tak lagi layu. Dia keyakinan terbaikku.
Membawakan awan menaungi ranting pohonnya yang semakin merapuh. Tak kan kubiarkan itu sebatas  mimpi. Juga menggabungkannya dengan angin, untuk sejuk dan tetes hujan. Tak kan kubiarkan kembali dalam kering. Itu juga tak kan kubiarkan sebatas angan. Dalam bayang yang semakin nyata dipelupuk mataku, itulah saat keyakinanku mencapai puncaknya.
Aku tumbuh semakin jauh. Tak mudah. Aku jauh mengikatkan akarku sekarang. Dan ingat. Tak kan kubiarkan itu sebatas mimpi. Persetan jikalau langit ingin tertawa. Biarkan semuanya kupikir mati. Hanya dia dipelupuk mataku. Aku, kini aku tak ingin tertidur lagi. Langkah kaki waktu semakin cepat dan mulai menghantuiku.
Dalam gugur daun musim ini aku berucap. Aku akan memelukmu. Dan itu, kujanjikan tak akan lagi sebatas angan atau mimpi karna aku tak ingin tertidur lagi.

Komentar

Posting Komentar