Ini jalan begitu terang.
Ini jalan seperti entah berapa tahun yang lalu. Ini hanya jalan setapak
dengan rerumputan yang tertata rapi, menjadi pagar.
Ini jalan, aku pernah
berada disini dan memang aku berasal dari sini. Dan itu hanya rumah mungil,
bersih,sederhana. Dulu aku selalu ingin kesana.
Bahagia, rasanya aku
kembali seperti asalku.
Hari kemarin, rasanya
seperti mimpi. Nyatanya tidak. Nyatanya itu memang terjadi.
Hari kemarin, aku
memilih meninggalkan jalan ini. Ya, meski hanya sejengkal dari jalan ini. Kutinggalkan
hatiku dijalan ini dan kulangkahkan kakiku di tempat lain.
Disana, di jalan yang
lebih besar. Lebih megah, lebih angkuh. Dimana semua orang berlari menuju
sebuah istana yang sungguh, itu sangat megah. Istana itu seperti terbuat dari
emas. Aku mulai terlena. Aku pun ikut berlari, mulai dari langkah kecil hingga
akhirnya aku juga memutuskan untuk berlari seperti mereka.
Jujur, saat itu
sungguh aku merasakan ketidaknyamanan. Ini seperti bukan aku. Rasanya hari
kemarin hatiku telah mati. Atau mungkin lenyap. Kulantunkan pujian pada
Tuhanku, kusujudkan wajahku dihadapan-Nya. Sia-sia.
Dan ketika tak lagi
teringat dimana aku meninggalkan hatiku yang rasanya semakin tak ada dalam
diriku. Aku semakin angkuh. Ingin berlari dengan cepat, bahkan mengalahkan
mereka semua yang mungkin telah berlari sejak lama. Dan aku lupa, siapa aku
sebenarnya.
Hari kemarin, dia
memaki disampingku. Jujur, pun sebenarnya aku sudah mulai tak nyaman berlari.
Aku mulai memperlambat langkahku. Pun dia memaki. Aku terlihat semakin tak
terkendali. Bukan. Aku justru sedang berpikir. Aku masih membela diri.
Lebih. Malam tadi. Tangan
hangat itu menamparku. Begitu keras. Pun seketika aku terjatuh dan menangis.
Aku menangis ketika dia yang menamparku. Dia, yang terlihat seperti ibu.
Dia menamparku dengan
keras. Aku mulai teringat dimana aku meletakkan hatiku dulu. Disini. Ya,
dijalan setapak ini. Aku masih menangis dan ingin terus menangis. Dan aku ingin
kembali ketempat ini. Kembali ke asalku.
Langkah pertama aku
menyentuh kembali tempat ini. Meski aku terlanjur kehilangan. Tapi aku kembali
bukan karna aku kehilangan. Tapi untuk diriku sendiri. Tamparan itu sungguh
keras, aku lalai dan kini aku ingin kembali.
Tuhan, nyatanya
memang ini indah. Kuletakkan perlahan keangkuhan itu dan kini aku bisa melihat
diriku dengan lebih jelas. Tuhan, ini aku kembali. Ini jalanku, dimana aku tak
harus berlari. Tuhan, terima kasih. Aku ingat ini adalah jawaban dari doa
terpanjat, “Ya Allah, jikalau suatu saat aku jauh dari-Mu tegurlah aku,
tegurlah aku meski dengan cara yang keras dan sekalipun itu menyakitkan. Aku
hanya ingin bersama-Mu.”
Dan aku ingin kembali
kejalan ini, tetap berada disini....
Komentar
Posting Komentar