Hanya Bayangan, Berdialog Dalam Malam




Dan apa yang bisa aku lakukan selain menjadi mandiri untukku sendiri? Kau tahu aku hanya punya dua kaki ini, pun aku tak punya bahu untuk aku bersandar. Kau pikir aku tak menjadi lelah untuk seperti ini? Aku bukan mati.

Jangan kau berkata seperti itu seperti aku ingin angkuh. Aku hanya ingin terlihat terus tersenyum. Jika kau berkata aku tak pernah menyayangi diriku sendiri? Ya, lalu apa pedulimu? Aku sudah memutuskan ini dan memang ini jalan yang kusukai. Membuat semua disekilingku tersenyum  lebih dari inginku untuk senyumku sendiri. Buat apa? Jikalau aku memang menyedihkan sebelumnya.

Kau bilang jangan, nanti aku akan menyesal. Menyesal untuk apa? Jikalau memang aku mampu membuat mereka tersenyum aku tak akan menyesal.

Cukup, aku lelah. Jangan menjadi seperti angin yang datang dan pergi untuk menertawakanku. Kau tak banyak tahu tentang beberapa waktu ini. Kau tak tahu kemana aku berjalan pun dimana aku sekarang. Kau tak ada. Jangan bicara seolah kau tahu semuanya. Apa pedulimu? Kau pikir kau tak pernah meninggalkan beban untukku?

Benar, silahkan jika kau hanya ingin tertawa. Aku akan seperti batang pohon tua yang tetap kokoh, meski rapuh. Aku juga belum lelah. Aku belum mati.

Dan aku juga tak bisa angkuh untuk tak mengatakan ini. Terima kasih, setidaknya untuk mendengar. Pun, aku tak kan menilai apa yang kau pikir. Itu urusanmu. Meski aku masih tak bisa mengerti kenapa kau masih seperti angin. Dan aku juga tak mau tahu. Mungkin ini takdir. Pun, hanya untuk sebatas terima kasih.

Ketika aku hanya menjadi seperti ini untuk diriku sendiri, bukan berarti aku tak butuh kaki yang mampu menggantikanku. Hanya menjadi selamanya terlihat kuat meski rapuh. Pun aku hanya ingin terus tersenyum.

Dan aku mendengarnya, dialog dalam malam. Dan memang aku sangat mencintai malam. Penuh melankoli. Dan siapa mereka yang berdialog dalam malam? Aku mencoba melihatnya lebih dekat. Nyatanya mereka hanya bayangan. Berdialog dalam malam.

Komentar

Posting Komentar