Balada Akal dan Hati Yang Berlomba




Lagi, aku harus melawan diriku sendiri. Melawan hati dan akal yang semakin tak bertuan. Mereka berlalu terlalu kencang, terkadang tak sejalan pun aku semakin kelelahan untuk mengejarnya. Dan benar yang mereka katakan, melawan diri sendiri sungguh hal yang paling melelahkan. Bilakah aku harus berhenti dan menyerah? Atau mengikuti mereka meski aku harus berpeluh dan entah kapan terpaksa akan berhenti karna aku tak mampu lagi. Ataukah sebaliknya, aku menarik mereka dan membuatnya tertidur, cukup jangan berlari lagi.
Konyol, jikalau aku sendiri juga tak begitu paham apa yang mereka kejar. Dan aku melihat mereka berada dipersimpangan untuk selanjutnya memilih jalan yang berbeda. Lagi, siapa yang harus kuturutkan sekarang? Berharap persimpangan jalan itu hanya sesaat, dan diujung nanti hanya akan ada satu jalan. Ya kalau seperti itu, akau tak tahu seperti apa jalan setelah persimpangan ini. Mataku tak cukup mampu untuk memandang sejauh itu. Terlihat kabur.
Mana yang harus kuturutkan? Aku lelah, berhenti sejenak memandang mereka yang seolah berlomba. Menunjukkan padaku siapa yang paling  benar diantara keduanya untuk menjadi penunjuk jalan. Ya,tentu  aku tak tahu mana yang benar jikalau jalan yang harus kutempuh masih cukup panjang. Masih jauh dari jangkauan aku mampu melihatnya. Pun aku yang harus berdiri di depan persimpangan untuk memilih, dan mereka berdua hanya tertawa angkuh dan melanjutkan perlombaan meski aku mulai tak setuju. Dan mereka berteriak padaku “Jangan pernah berharap untuk berhenti,  bonekaku!”
 Muak, aku melihat tawa girang mereka yang semakin tak terkendali. Entah karna mereka sungguh bahagia atau menertawakanku yang terlihat menyedihkan? Ya, mereka berdua memang bahagia. Bagaimana tidak, aku adalah boneka mereka. Menjalankan apa yang mereka katakan padaku dan sekarang mereka sedang membuatkanku sebuah permainan. Mengikuti jejak siapa yang benar. Kemungkinan aku memilih jalan yang salah adalah sama dengan yang sebaliknya. Pun jika aku beruntung keduanya akan membawa sama-sama ke jalan yang benar.
Sungguh ini sangat melelahkan, aku masih berdiri di persimpangan hingga detik berlalu dan aku memutuskan. Aku mengikuti akalku. Dia berlari semakin kencang pun aku mengikutinya. Senyumku sesaat untuk setangkai teratai mekar yang ia lemparkan padaku. Pun aku merasa dalam kondisiku yang sangat lelah sekarang. Ijinkan aku berhenti sejenak, hanya beberapa detik. Dan kumohon, panggil sahabatmu di seberang jalan sana. Katakan padanya meski aku tak mengikutinya aku akan tetap mendengarkan nyanyiannya. Pantun nasehat yang selalu ia senandungkan. Hati, tetaplah berteriak padaku disini. Aku akan mendengarkanmu dan membawamu bersama jalan ini. Dan aku tak harus kehilanganmu.

Komentar