Pelajaran Seorang Wanita



Menjadi pendengar untuk cerita yang sangat panjang dan dengan subjek yang beraneka ragam ternyata memang tidak mudah, tapi jujur sangat menyenangkan. Wejangan, bukan lewat kalimat-kalimat perintah yang mendoktrin, tetapi membuka mata dengan cerita nyata yang bisa jadi aku juga sudah melihatnya. Sesekali aku yang ikut bercerita. Berbagai subjek cerita ini pada akhirnya hanya menjurus pada satu subjek utama, wanita. Wanita dengan rasionalitasnya sebagai pemuja cinta, wanita sebagai seorang istri, dan wanita sebagai seorang ibu. Sesungguhnya sudah sejak lama yang semacam ini bersemayam dengan lembut di otakku. Hanya saja mendengarkannya lagi akan membuatnya semakin kokoh bersemayam. Bukan goyah.

Aku percaya setiap manusia memiliki keyakinannya masing-masing untuk ia akan hidup dengan cara seperti apa. Aku pun seperti itu dan itu mutlak adalah hak individual. Hanya saja ini aku berbicara tentang pandanganku dan aku hanya menyikapi kenyataan yang ada di sekelilingku. Tentang wanita yang sedang memuja cinta masa muda, bukan kehilangan akal sehatnya hanya saja kurang berpikir sedikit lebih bijak. Itu pikirku. Bebas setiap orang berpikir yang sama atau tidak.

Meski dalam posisi sama-sama memuja cinta antara pria dan wanita, akan tetapi pada akhirnya wanita akan menjadi pihak yang lebih tidak diuntungkan. Tentu, ketika terjadi pelanggaran kesepakatan non-formal antara kedua belah pihak yang diakuinya berstatus pacaran. Itu bukan status yang disahkan oleh hukum melainkan pengesahan atas nama cinta. Aku tidak menolak, aku juga menyukai status itu. Hanya saja, jangan bertindak lebih dari batasan status non-formal itu. Meski ketidakformalan juga memunculkan batasan yang abu-abu, tapi masih ada norma bukan? Ingat saja, jika kesepakatan tidak berakhir indah, tindakan yang berlebihan hanya akan merugikan pihak wanita.

Pemuja cinta yang menyerahkan tubuhnya, kehilangan keperawanan, menanggung kehidupan seorang bayi, ditinggalkan pasangan pemuja cintanya, dan pada kenyataanya tak ada kekuatan hukum yang bisa menuntut. Kemalangan hidup rasanya, ditambah dengan gunjingan manusia yang tak ada habisnya. Sedang lawan main dengan bebas terbang seperti merpati pencari surat cinta berikutnya. Ingat wanita itu diciptakan spesial, indah dimata lawan jenisnya, dan memiliki misi penting dalam hidup. Menjaga kehormatan dan menciptakan batasan-batasannya sendiri. Intinya tubuh wanita adalah derajat dan kehormatannya. Pikirku itu harta paling berharga di dunia ini, jangan biarkan orang yang tak berhak menyentuhnya apalagi memilikinya. Pelajaran pertama untuk seorang wanita dan kupikir semua wanita sudah tahu itu. Hanya saja terkadang lupa dan ini kuingatkan lagi.

Setiap wanita tentu memiliki mimpinya masing-masing ketika ia menjadi seorang istri suatu hari nanti. Atau setelah menjadi seorang istri ia memilih peran yang berbeda-beda. Memilih menjadi seorang ibu rumah tangga yang mengabdi, ibu rumah tangga yang tak pernah ketinggalan dalam dunia pergaulan kaum istri sosialita, kaum istri pejabat, atau menjadi ibu rumah tangga hanya di malam hari dan akhir minggu, atau apapun itu tentu tak bisa dipaksakan. Hati dan kondisi ekonomi yang akan memilihkannya nanti. Hanya saja, kupikir seorang wanita perlu untuk memiliki sumber penghidupannya sendiri. Memiliki kekuatan yang tidak hanya bersandar di ketiak seorang suami. Bukan berarti mengajari untuk tidak menghormati atau tidakmengurus keluarga sepenuhnya. Itu tetap menjadi prioritas pertama, hanya saja tetap persiapkan dirimu menjadi seorang janda.

Janda? bukan berarti mencita-citakan yang seperti itu. Hanya saja setiap manusia tak akan pernah tau tentang batas umur manusia dan faktor eksternal yang bukan tidak mungkin mengubah kondisi ekuilibrium cinta suami dan istri. Jikalau suatu hari perempuan lain berhasil menarik perhatian si suami dan hanya ada dua pilihan, tinggal dengan menanggung siksa batin atau pergi. Untuk mereka wanita yang memiliki kemandirian finansial kupikir dan aku yakin mereka akan memilih pergi daripada berdampingan dengan perempuan kedua. Atau jika bukan cerita tentang perempuan kedua, cerita tentang temperamen yang tak wajar dan menyakiti secara fisik. Kekuatan finansial yang dimiliki seorang wanita tentu akan menuntut pada keputusan untuk menyelamatkan dirinya, juga anak-anaknya.

Bukan kisah seorang wanita yang tetap memilih tinggal, menahan sakit hati yang aku yakin itu adalah rasa sakit yang paling sulit untuk ditanggung oleh seorang wanita. Jikalau memang ada yang seperti itu, kupikir dan aku sangat yakin itu karena rasa cinta yang teramat dalam pada anak-anaknya, mungkin sedikit untuk pasangannya. Rasa cinta pada buah hatinya yang membuat mereka tak lagi mengenal apa itu rasa sakit. Selama anak mereka bisa hidup dengan baik dan layak, karena mereka tak punya sumber penghidupannya sendiri. Pelajaran kedua untuk seorang wanita, memiliki kemandirian itu perlu karena tak ada yang bisa menjanjikan bahwa akan selalu ada suami yang kau cintai dan mencintaimu disisimu sepanjang hidup.

Jangan pernah berkata wanita dibebani dengan tugas yang lebih berat, menjadi seorang ibu. Kupikir itu adalah bagaimana Tuhan memandang wanita itu spesial dan memberikannya kemampuan lebih. Melihat dan menggendong seorang bayi yang lucu saja sudah sangat menyenangkan apalagi dengan seorang bayi yang memanggilmu ibu? menjadi seorang ibu. Dan menjalankan misi khusus itu dengan sebaik mungkin tentu memperlihatkan betapa wanita itu sesungguhnya di ciptakan sangat hebat. Kekuatan fisik yang diagungkan dari seorang pria kupikir tak bisa mengalahkan kekuatan seorang ibu, meski hanya lewat tutur katanya yang lembut.

Tapi bukan berarti setiap wanita akan dijanjikan menjadi seorang ibu yang lembut dan mampu menjalankan perannya dengan benar. Tak ada janji seorang ibu akan selalu menggendong anaknya setelah ia lahir, saat ia ingin tertidur manja, atau saat ia sedang sakit. Tak ada janji seorang ibu akan memberikan air susunya dan menyuapkan bubur ke mulut anaknya yang masih terlalu kecil. Tak ada janji seorang ibu yang akan selalu memeluk dan menasihati dengan lembut bukan memukul jika ia sedang marah. Tak ada janji setiap wanita akan benar-benar menjadi seorang "ibu". Naluri itu pasti ada dalam setiap wanita, akan tetapi akan berwujud seperti yang seharusnya atau tidak itu adalah wanita itu sendiri yang akan memilihnya.

Menjadi seorang wanita dimana anak-anakmu akan selalu bangga dan memiliki ibu terhebat di seluruh dunia atau menjadi tokoh antagonis yang akan bersemayam di kepala si anak hingga dewasa. Kupikir, pilihan seorang ibu itu juga yang pada akhirnya membentuk manusia-manusia dewasa dengan tabiat yang "seperti apa". Mensyukuri betapa wanita itu diciptakan spesial dan berusaha menjalankan peran itu dengan sempurna atau dengan cara yang sempurna. Meski, wanita bukan malaikat yang menjalankan semua kewajiban tanpa cacat. Hanya saja kupikir semua itu soal pilihan. Dan bagaimana menjadi seorang ibu, adalah pelajaran ketiga seorang wanita.


---- Setiap wanita boleh memilih apapun tentang apa yang ia yakini dan ia impikan. Ini hanya setitik dari kehidupan wanita yang kulihat, kudengar, atau bisa jadi aku juga merasakannya. Karena wanita itu spesial, karena menjadi seorang wanita itu sangat membahagiakan.


Komentar