Hanya Tulisan Yang Tak Beralur..

Mungkin sudah hampir enam tahun yang lalu, tapi aku masih bisa melihatnya dengan jelas. Ketika aku berdiri dengan lelah sepulang sekolah di dalam minibus jurusan Salatiga-Semarang. Bus berhenti menunggu pasangan laki-laki dan perempuan naik. Bukan pasangan muda-mudi yang terlihat berbunga-bunga dengan cinta masa muda mereka, melainkan pasangan kakek nenek yang sudah sangat tua. Kupikir usia mereka lebih dari tujuh puluh tahun. Mirip dengan nenekku saat itu.

Tidak ada yang spesial? Jangan salah, untukku mereka terlihat sangat mengagumkan. Usia yang sudah sangat senja dan mereka masih berjalan dengan saling menggenggam tangan. Si kakek yang membantu nenek naik bus dengan hati-hati. Juga tatapan sang kakek yang seolah berkata "aku akan melindungimu sampai kapanpun". Sungguh, kurasa ini bukan pemandangan yang bisa kutemui setiap waktu. Entah aku yang terlalu melankolis atau memang itu benar terlihat romantis. Sepasang kakek dan nenek yang selalu bergandengan tangan di usia mereka yang sudah sangat senja. Seolah ingin memperlihatkan pada dunia bahwa cinta hanya akan mati ketika hanya tinggal tubuh tanpa nyawa nanti. Itu pun hanya sesaat untuk saling mengucap janji "sampai bertemu lagi di surga."

Dan kemarin malam aku melihat keromantisan yang sama. Meski bukan pasangan kakek nenek dan mungkin masih banyak yang seperti itu. Namun, aku tetap melihatnya istimewa. Penghargaan akan sebuah komitmen dan senyum berseri di wajah pasangan paruh baya tadi malam. Seolah mereka sedang jatuh cinta. Mungkin mereka saling jatuh cinta setiap hari. Kupikir dari senyuman mereka terlihat seperti itu. Dan gambar-gambar perjalanan masa lalu, membuatku mungkin yang lain juga merasakan haru. Meski bukan aku, bukan pula orang tuaku, rasanya aku tetap ikut berbahagia melihatnya. Ikut tersenyum. Akhirnya, aku bisa kembali untuk sedikit percaya. Cinta.

Enam tahun yang lalu, aku berdoa dalam hati. Semoga aku bisa seperti kakek-nenek itu. Bergandengan tangan dengan kekasihku di ulang tahunku yang ke tujuh puluh, tujuh puluh satu, sebelum itu dan setelah itu. Jelas, si kakek nenek dengan kesederhanaan mereka, masih bisa menikmati dan mengagungkan cinta. Peci tua dan kerudung lusuh, tapi terlihat mengagumkan. Dulu, kupikir yang seperti itu hanya milik orang-orang kaya dimana semua kebutuhan dasar mereka sudah terpenuhi, tak perlu memikirkan hal yang lain. Menikmati hidup sehingga mereka juga bisa menikmati cinta yang sudah dianugerahkan Tuhan. Bukan sekedar memegang janji pernikahan, hidup bersama, dan saling membantu menghidupi dan membesarkan anak-anak. Tidak lagi menikmati hidup mereka sendiri. Hari itu aku menjadi percaya seutuhnya cinta itu nyata.

Tahun berlalu dan pengalaman membawaku pada hidup yang lebih berwarna. Aku menjadi seorang yang selalu ragu tentang yang sebelumnya aku percaya itu. Meskipun aku selalu menjadi pengikut setia pun selalu terbuai tanpa keraguan. Hanya saja dalam hati kecilku selalu khawatir dan curiga. Gagal. Semakin membuatku hilang kepercayaan. Dan aku mulai memimpikan untuk pemegang komitmen yang tak akan ingkar pada janji pernikahan. Bukan untuk yang menawarkan cinta.

Melihat yang semalam? Rasanya aku ingin kembali percaya. Hanya saja, aku masih sangat takut dan ragu. Apalagi dengan yang aku lihat dan membuatku harus menyingkir sejenak. Kalau-kalau aku tak kuat menahan tangis sakit hati dan aku juga butuh ruang yang lebih luas. Di tempat dudukku aku merasa sesak nafas. Mungkin harus kubuktikan sekali lagi. Sejujurnya aku tak ingin menjadi manusia yang seolah tak punya hati. Itu juga melelahkan. Pun aku belum menemukan akhir ceritaku sendiri. Masih dalam keraguan.

Hanya sebuah tulisan yang tak beraturan......

Komentar