Ini bukan soal memandang sebelah mata atau tidak
mengindahkan. Ini bukan tentang mereka. Ini murni tentang diriku. Tentang
ketakutan untuk sakit hati.
Ini cerita tentang menjadi sebuah pilihan dan bukan tujuan.
Dan bukan itu yang aku mau. Aku berjalan untuk sebuah tujuan dan jika aku bukan
menjadi tujuan maka menyingkirlah. Jangan menghambat langkahku.
Aku melempar kerikil kecil karena kau menakutiku dengan
sakit hati. Mungkin, pikiranku juga ikut terlempar jauh keluar. Dan aku mulai bertanya mungkinkah
ini akan membawaku pada kotak hitam menyakitkan yang sama nanti? Jikalau aku
hanya menjadi sebuah opsi dan bukan tujuan, bukan tidak mungkin nantinya aku
menjadi seonggok daging yang ditinggalkan dan jiwaku terlanjur terbawa. Mau
jadi apalagi aku setelah itu? Mau lari kemana lagi? Aku sudah terjebak dalam
pelarian dan harus sejauh apalagi aku melarikan diri untuk kesekian kali? Yang
semacam ini kuakui adalah titik terlemahku.
Aku melempar kerikil kecil, nyatanya bukan hanya mengenai
kau. Lagi-lagi ini karena kecerobohanku dan aku selalu melakukan hal yang sama
lagi dan lagi. Membuat dunia disampingku yang sudah indah justru hancur
lagi-lagi karena ulahku. Menjauhkan
orang-orang terdekat karena kebodohanku. Aku juga tidak mengerti memang aku
bodoh, angkuh, atau hanya pura-pura bodoh untuk ketidakpedulianku pada orang
lain? Dan semacam ini juga nantinya akan menggerogoti hatiku perlahan. Aku akan
jatuh.
Sederhana. Semua hanya karena ketakutanku. Nama itu muncul
saat aku mendapatkan senyumku dan aku takut dia akan mengambil senyumanku yang
masih tersamar ini. Sedang, untuk yang masih tersamar seperti ini apa yang bisa
kuperdebatkan untuk kupertahankan? Tak ada hak yang bisa aku perjuangkan. Dan
aku juga takut untuk mencari jawabannya karena aku takut jikalau jawaban itu
benar hanya akan menyakiti diriku sendiri. Untuk itu aku memilih diam dan
menarik kesimpulanku sendiri.
Malam itu angin berbisik begitu kencang ditelingaku dan dia
dihadapanku. Ingin rasanya aku memeluk
tubuhku sendiri dan menghilangkan ketakutanku. Aku adalah sebuah opsi yang
mungkin dipilih atau diabaikan. Aku memeluk ketakutanku dan nafasku mulai
sesak. Dan mulai detik itu aku berspekulasi. Ini sudah selesai, sebaiknya aku
lari. Sebelum dia mengambil dariku, sebaiknya kulepaskan dan aku berlari agar aku
tak lagi mendengar, juga melihat. Taka ada hakku untuk menghalagi, tapi tak ada
juga kekuatanku jikalau aku harus
berdiri dan bertahan.
Dan benar duniaku sudah hancur karena ketakukanku akan
ditinggalkan dan terabai. Namun, apa boleh buat. Untuk diriku yang pernah
merasakan semacam itu bahkan dari seseorang yang sangat aku cintai di dunia ini
melebihi apapun. Ketakutan yang seperti ini tak akan mudah untuk menjadi angin
lalu. Dan silahkan jemput kebahagianmu, tujuanmu. Hinggaplah dimanapun yang
kamu inginkan, tapi jangan hinggap padaku. Aku adalah sebuah tujuan, bukan sekedar
pilihan.
Komentar
Posting Komentar