Ini adalah sebuah kisah yang aku bisa tersenyum
sendiri jikalau mengingatnya. Meski hanya untuk kepingan – kepingan cerita yang
tak sempurna seperti ini…….
5 tahun yang lalu, seorang mahasiswa pria yang
selalu bertingkah aneh.
“Memang aneh!”
Hanya itu
yang terpikir oleh kepalaku. Tak ada benang merah yang menyambungkan cerita
kehidupan kami di lima tahun yang lalu, saat aku menikmati kehidupan mandiriku
untuk pertama kali. Mungkin kami pernah duduk di kelas yang sama, tapi apa
peduliku? Dan dia juga tak peduli denganku tentunya. Sama.
4,5 tahun yang lalu kenapa seorang dosen masih
memilihkan anggota kelompok untuk mahasiswanya?
“Nama itu, Bukankah dia? Ah!”
Tidak beruntungnya aku kupikir, satu diantara tiga
pria yang menjadi rekan sekelompokku adalah si mahasiswa paling aneh itu. Oke, kupikir
aku adalah mahasiswi ambisius yang tidak peduli dengan siapa aku bekerja. Yang
terpenting di kepalaku adalah menghasilkan pekerjaan yang terbaik. Untungnya,
si aneh itu bisa juga dimanfaatkan untuk membuat tugas kelompok kami menjadi
sempurna. Mungkin setelahnya dia kesal kenapa justru aku yang terlihat menonjol
padahal dia yang membuatnya sempurna. Haha, seharusnya dia mengenaliku. Dan cerita
diantara kami tidak pernah tersambung setelah itu. Dia bukan temanku. Belum.
3,5 tahun yang lalu.
“Apa? Dia akan masuk di organisasi yang sama
denganku? Tidak!”
Dia tidak
boleh ada disini. Dirumah kecil yang aku sangat menyukainya. Buku, pesta, dan
cinta. Semua ada disini dan kalau ada si manusia aneh itu? Keseimbangan rumah
itu akan terganggu. Ahai! Aku menjadi pendamping wawancara juga mata-mata dan
sesekali menjadi penganggu konsentrasi. Bahagianya, aku akan bisa punya suara
yang meyakinkan dalam mengambil keputusan apakah dia diterima atau tidak.
Mengecewakan! Mulut persuasifku tidak cukup kuat untuk mempengaruhi si
pengambil keputusan. Pria aneh itu akan menjadi rekan kerjaku. Berinteraksi
setiap hari? Oh, tidak!
3 tahun yang lalu. Untung saja kami tidak pernah
benar-benar menjadi rekan kerja dalam arti yang sesungguhnya.
“Apa – apaan? Baru masuk saja sudah sok membuat
gerakan yel-yel divisi kami? Gerakan yang aneh.”
Dan ibu peri baik hati tidak pernah memberiku tugas
untuk menulis berdua dengan si aneh itu. Untung saja. Aku juga tidak peduli
saat tahu bahwa aku adalah satu-satunya penghuni rumah yang tidak pernah
diajaknya berbicara. Eh eh, kenapa tiba-tiba dia mengambil fotoku dengan pose konyol
seperti itu? Iklan air mineral botol.
“Sial! Hmmmm, sok dekat.”
Rasa-rasanya ini kali pertama dia mau tersenyum dan
berbicara padaku. Aku tidak peduli, tetap saja dimataku dia adalah aneh. Aku
juga tidak tertarik mendengar gossip apapun tentang pria ini. Desas-desus
petualangan cintanya di rumah kecil bukan urusanku.
Masih 3 tahun yang lalu….
“Apaaaaaa?? Ini tidak bisa dibiarkan!”
Dia ingin menjadi ketua dirumah kami itu. Bagimana
pula rumah itu akan memiliki pemimpin seorang yang aneh? Sidang khusus
dilaksanakan dan aku memutuskan menolak. Dia gagal.
“Syukurlah….”
Dia menatap tajam satu per satu orang yang
menolaknya. Aku juga tidak peduli jikalau setelah ini dia akan membenciku
meskipun secara profesionalisme aku membutuhkan si pria aneh sebagai pemain
utama dalam tim kecilku. Dia memegang peranan penting dalam tulisan utama di
majalah yang aku pimpin. Aku tidak berpikir panjang. Sedikit khawatir aku waktu
itu.
Tetap di 3 tahun yang lalu. Kepingan cerita tiga
tahun sudah mulai panjang bisa kuingat. Ternyata dia tidak membenci. Salah juga
aku menilai si pria aneh itu. Reportase investigasi. Mungkin hari itu yang
membuat kami bisa menjadi teman baik. Aku memang memiliki karakteristik untuk
dilingungi (hahaha, lemah). Dan hari itu, si pria aneh dan seorang teman baikku
satunya lagi menjagaku dalam sebuah misi yang cukup membahayakan. Juga tertawa
dengan kejahilan pada seorang teman yang tertidur dan merencanakan satu proyek
bersama yang sampai saat ini masih menjadi WACANA. Interaksi setiap hari mulai
terjadi.
2,5 tahun yang lalu aku menangis hebat.
“Apa? Aku sendirian? Aku tidak memiliki kepercayaan
diri akan mampu dengan tugas ini sendiri.” Dengan tiba-tiba si pria aneh itu
sudah berdiri di belakangku. Mencoba menenangkanku dan berjanji akan
membantuku. Kepongahan membuatku tidak menyambut maksud baik itu. Hingga akhirnya
aku berpikir rasional untuk menerima saja, toh aku bisa bekerja sama dengan
siapapun. Aku dan si pria aneh itu menjadi rekan kerja yang sebenar-benarnya.
Berinteraksi selama berjam-jam setiap hari bahkan lebih banyak dari interaksiku
dengan siapapun.
2 tahun yang lalu. Apa yang kupikirkan sepenuhnya
salah. Dia adalah teman, bukan musuh. Bukan hanya menjadi rekan kerja yang
mengagumkan, dia menjadi teman yang sangat baik. Bahkan aku pernah berkata, “tidak
apa jika kita hanya berdua, bukan bertiga.” Semakin dekat bukan berarti semakin tidak
ada perselisihan, justru semakin banyak.
“Dasar aneh!”
"Siapa yang aneh, dia? Atau aku? Atau kami?”
"Siapa yang aneh, dia? Atau aku? Atau kami?”
Pertengkaran hebat terjadi diantara kami hingga
membutuhkan sesi perdamaian khusus di depan umum. Saling menarik urat leher
untuk berargumen. Kupikir itu adalah akhir dari pertemanan kami yang semakin
hangat. Hahahaha, aku salah lagi. Justru pertengkaran menjadikan kami lebih
dekat lagi. Siapa yang selalu mengantarkanku pulang kalau harus tinggal di
rumah kecil sampai malam hari? Si pria aneh. Menemani aku berbelanja hanya
karena takut aku dibodohi lagi? Juga si pria aneh.
1,5 tahun yang lalu. Kami sama-sama harus
meninggalkan rumah kecil kami. Rumah dimana kami berinteraksi setiap hari. Akan
kemana kisah kami setelah itu? Aku juga tidak tahu, sebuah surat tulisan tangan yang
cukup panjang mungkin menjadi akhir. Lagi-lagi aku berspekulasi. Oh ya, ada
kata-kata manis di penghujung surat itu. Katanya juga, hanya tiga kali aku
boleh membaca surat itu. Dan aku sudah menjalankan perintah untuk membaca yang
pertama dan kedua. Tinggal yang ketiga. Mungkin saja tahun depan. Kami memang
dekat tapi kami tidak saling membicarakan kisah cinta masing-masing. Hingga
akhirnya dia tertarik untuk ikut berkonsultasi denganku. Sayang sekali dia
tidak memanfaatkan kepiawaianku menjadi konsultan cinta jauh-jauh hari. Sampai pada satu hari aku yang mengenakan jaket abu-abu tebal menemani si pria aneh di sebuah kedai untuk pertama kali berbicara tentang cintanya. Hingga tengah malam. Tunggu, tatapan matanya di
detik-detik terakhir itu berubah. Sudahlah.
Lebih dari 1 tahun yang lalu. Kami bukan lagi rekan
kerja melainkan benar-benar menjadi teman. Sahabat. Aku mulai menjalankan kesibukan yang berbeda. Dan kami masih memiliki kedekatan yang sama. Hanya saja, seperti aku setiap hari
merasakan si pria aneh itu melangkah untuk lebih dekat denganku. Benarkah? Kami
wanita punya lingkaran pertemanan yang hebat. Dan dari teman-temanku aku tau, dia
mulai tertarik.
“Apaaaaa? Dia tertarik denganku? Ah, tidak usah!”
Itu respon yang datang dari kepalaku. Hanya saja,
kenapa aku masih menikmati hari – hari yang menyenangkan dengan si pria itu. Sekadar
nonton hanya berdua, jogging, bermain game anak-anak, dan menerima bingkisan
yang tidak biasa. Air lemon, hadiah yang aneh bukan? Aku mulai takut jikalau
dia bukan hanya tertarik. Dan ternyata benar…..
“Biar kuinjak saja sebelum bersemi!”
“Menyingkir!”
Lebih dari
satu tahun yang lalu kalimat itu memenuhi kepalaku dan aku menurutkannya untuk
hatiku. Satu tahun berlalu, justru sebaliknya. Kuntum yang sudah kuinjak bukan
mati, melainkan mekar dengan sempurna dan bukan hanya bersemi. Tunggu, tapi
cerita ini tidak semudah itu. Bukan dia tidak mati dan memutuskan bertahan
hidup setelah aku menginjaknya. Memang benar aku membuangnya, meninggalkannya
sejenak. Namun, kemudian aku mengambilnya kembali dan menanamnya dengan lebih
baik. Meski batangnya sudah sangat layu seperti ia tak mungkin hidup kembali.
Aku hanya ingin menanamnya kembali meski tidak untuk mekar, setidaknya masih
bisa hidup. Aku hanya butuh kesabaran. Bukan hanya itu, tapi sebuah ketulusan
untuk menyiramnya dengan air setiap hari dan memberikan sinar yang cukup. Aku
mulai memperhatikannya sebaik mungkin. Untuk apa yang seharusnya sudah bisa
mekar dan justru aku membuangnya.
Kepingan cerita ini masih belum sempurna. Masih
belum berakhir dan hanya takdir yang akan membuatnya berakhir, bukan kami.
Komentar
Posting Komentar